Minggu, 25 Oktober 2015

Pamrih?

Bahkan ketika dia belum memberikan hadiah untuk ulang tahunku yg sudah lewat di tahun ini, aku sudah menyiapkan hadiah untuk ulang tahunnya di tahun depan.

Bukankah cinta memang begitu? Memberi tanpa pamrih?
.
.
.
.
.
Bodoh.
Entah betul atau salah, yang paling menyenangkan itu saling berlomba untuk memberi.
Bukan mengapresiasi seorang diri, yang ada malah sakit hati nanti.

Minggu, 11 Oktober 2015

Catatan

Ini hari pertama kami menjalani komitmen baru kami.
Semoga Tuhan Yesus selalu memberkati.
Amin.

-S&V

Senin, 05 Oktober 2015

Jumat, 06 Februari 2015

Masih Tentang Hati

Surat ini ditulis, ketika berita pembegalan merasuk cemas keresahan warga kota Depok.
Ketika sang tertuju surat ini tengah menyelesaikan ujian guna memperoleh sarjananya.
Ketika skripsi tengah menghantui pelakon surat ini.

Nasehat penutup cerita semalam.

Kepada : 
Yang masih berdiri pada dua pilihan, Alexandra.

Ndra, masih berkutat dengan urusan hati?
Tak perlu dijawab, ini hanya basa-basi :) Jawabannya tentu saja, masih. Bukan begitu?
Tepat setahun lewat sehari ya surat sebelumnya terkirim. Berarti sudah setahun lebih ya perasaan itu terpendam rapi dan kini, siapa sangka rasa itu tak kunjung pergi?

Ndra, kebahagiaan memang berawal dari rasa nyaman. Tapi kita ga boleh acuh terhadap keadaan yang selalu meneriakkan perbedaan. Kadangkala kebahagiaan bisa juga sebuah perangkap jebakan yang dapat merusak perasaan. Percayalah, bahwa pasangan tak harus selalu sesuai angan. Ia mestilah seseorang yang berjalan dalam kenyataan, yang membawa kita bertumbuh dalam iman, kepada Tuhan.

Berdoalah, Ndra. Ia yang mendengar doamu adalah yang paling tau apa yang terbaik bagimu. Hanya saran untuk jangan memulai jika Ia tak mengizinkannya. Karena perlu kita ketahui, ada juga hati yang meski sering disakiti, ia tetap berdiri. Tegar memagari agar sang isi tak lantas pergi, meski ia tau apa yang diingini tak selalu terjadi sesuai prediksi. 
Jangan gegabah, Ndra. Terlebih dia yang yang hatinya ingin lo isi adalah lelaki si keras hati.

Berbahagialah aku, jika dirimu tercerahkan oleh surat singkat ini.
Salam,
Icha.

Surat sebelumnya dapat dibaca di sini.



Jumat, 30 Januari 2015

Selamat Satu Minggu, Michael!

Penantian akan kehadiranmu kami jalani selama sembilan bulan. Entah kurang atau lebih, namun sekitar itulah lamanya kami menanti kehadiranmu di dunia.

Orang tuamu, Oma Opa serta Opungmu, keempat Uwakmu, delapan kakak sepupumu, serta aku, ii-mu. Kami tak lelah mendoakan kesehatanmu yang kian hari semakin lincah bergerak di dalam perut mamamu. Dan terpujilah Tuhan, sebab Ia senantiasa mengabulkan doa kami dengan lahirnya dirimu ke dalam dunia ini, dengan keadaan yang sangat baik dan tampan tentunya.

Michael, mungkin saat ini kamu masih belum bisa membaca tulisan ii. Bahkan untuk melihatpun matamu masih belum cukup jeli. Tapi percayalah, kelak saat kamu bisa membaca surat ini. Kamu akan tau betapa dirimu dicintai bahkan sebelum kami melihatmu. Dan semoga kelak, ketika kamu sudah bisa mengerti apa makna sebuah tulisan yang tersirat dalam surat, ii sudah bisa memberikanmu seorang adik sepupu. Atau jika Tuhan berlimpah belas kasih kepada ii, mungkin tak hanya satu adik sepupumu, bisa juga lebih dari itu. (Amin!)

Michael, tumbuhlah dengan tubuh yang sehat dan wajah rupawan. Tak hanya itu, berkembanglah hidupmu dengan iman yang mengakar kuat di hatimu. Hiaslah harimu dengan mengasah talenta yang Tuhan berikan padamu. Ii yakin, kelak dirimu akan menjadi seseorang yang dikenal khalayak sebagai teladan yang baik. Orang tuamu bangga, keluargamu bangga, dan kami semua bangga memiliki kamu sebagai anugerah terbaik. Berbangga hatilah, Michael. Karena dirimu begitu dicintai oleh kami.

Semoga kelak saat membaca surat ini, kamu sudah jadi pribadi tangguh yang dilimpahi buah akan hasil ketaatanmu pada Firman Tuhan. Amin. 


Untuk Michael Alexander Davidson Nainggolan, yang saat ini baru berusia seminggu.

                                             Dengan penuh cinta,
                                                                               Ii.

Percayalah

Teruntuk kamu, tukang posku setahun lalu yang kini tengah sibuk bekerja.

Di tengah keram jari dan kejang otak yang kurasakan, surat ini kutulis. Dengan lebih dulu mengabaikan sadisnya perbudakan skripsi, tentunya.

Dunia di akhir masa menjelang kehancurannya semakin gencar merenggut waktu kita. Mengikis pengharapan kita. Dan memukul habis kasih kita sebagai manusia. Sama seperti kamu, sama juga seperti aku. Kesibukan akan tuntutan duniawi semakin membuat kita enggan menggenggam jari jemari hanya untuk sekedar berdoa. Waktu yang harusnya diluangkan di pagi hari untuk berjumpa dengan Tuhan dialihkan untuk waktu istirahat yang lebih lama karena semalam terlalu larut terlelap. Bahkan waktu malampun terlalu sayang disisakan untuk sekedar menyapa Tuhan yang menunggu kepulangan manusiaNya.

Tapi kita sama-sama tau. Ada begitu banyak kaki yang lelah berlari di siang hari lalu menyalahkan Tuhan karena ia hanya berjalan di tempat. Ada banyak mulut yang terlalu mudah mengeluh meskipun kehidupannya utuh. Ada begitu banyak hati yang angkuh padahal jika Tuhan mau bisa saja sewaktu-waktu kekayaannya dibuat runtuh. Ada juga yang sudah berjalan jauh mengikuti rancangan Tuhan, namun karena jenuh tak kunjung melihat ujung, ia memilih pergi dan berbalik. Ada. Dan tidak sedikit. Mungkin kamu dan aku adalah salah satunya?

Sayang, dengan segala hal yang terjadi padamu hari ini. Dengan segala susah payahmu di hari ini. Percayalah, Tuhan selalu bersamamu. Bersyukurlah, karena dengan kamu masih merasakan apa yang kamu keluhkan. Itu berarti kamu masih berada dalam prosesNya.

Ingat, kita yang setahun lalu sudah sangat jauh berbeda dengan kita yang sekarang. Mungkin dulu kita masih bisa berada di zona aman yang tak terlalu menyeret kita untuk jauh dari Tuhan atau mungkin juga dari masing-masing kita. Tuntutan yang sekarang harus kita penuhi mendesak kita untuk membuat segala sesuatunya imbang. Namun, tuntutan yang datang tak sesuai dengan yang kita terka, terlebih kamu. Waktu 24 jam yang dulu seringkali kita habiskan dengan main-main kini terasa sangat kurang jika diperhadapkan dengan hal-hal serius.

Tapi aku tetap berharap. Apapun kesibukanmu hari ini. Keluhan dan segala tuntutan apapun yang kamu hadapi hari ini. Percayalah, bahwa Tuhan tak pernah tuli untuk mendengar doa kita. Percayalah, bahwa masing-masing kita ada untuk saling mengingatkan kalau Dia selalu ada. Dan bersyukurlah, jika kamu masih dapat percaya.

Berserahlah padaNya, sayang. Karena apapun yang kamu hadapi hari ini, sekalipun itu tak baik di matamu, Ia akan selalu melakukan dan memberikan yang terbaik untuk kita.

Percayalah, Ia akan membawamu melewati hari ini; hari yang kamu khawatirkan sejak kemarin.

Dengan penuh cinta,
Nona yang selalu menyertakanmu dalam percakapannya dengan Tuhan.