Selasa, 01 Mei 2012

Nestapa sang musafir...

Aku seorang musafir, dan kini aku sendiri ada di padang gurun...
Dan inilah nestapaku, aku lelah dengan segala kesedihanku...
Sedih adalah ketika benar namun merasa bersalah.
Sedih adalah ketika hati merasa sangat sakit namun bibir harus tetap tersenyum manis.
Sedih adalah ketika berkata bahagia namun tidak ada sukacita sama sekali.
Sedih adalah ketika merasa baik namun sebetulnya sudah rusak.
Sedih adalah ketika ketika nafas terasa berat dan mata mulai memanas, dan tersiksa adalah saat harus menahan jatuhnya air mata di situasi demikian.
Sedih adalah ketika memiliki keinginan yang berlawanan dengan ambisius orang banyak, dan puncak dari kesedihan itu adalah ketika keinginan itu harus dibuang sejauh mungkin.
Apa yang salah dengan aku ?
Apa keberadaanku salah ?
Dimana letak cela dalam keinginanku ?
Apa yang harus aku lakukan ?
Menunggu ?
Apa yang harus kutunggu ?
Keajaibankah ?
Apakah ada mata air di tengah padang gurun yang luas ini ?
Aku hanya ingin menikmati keinginan aku...
Sesuatu yang seharusnya menjadi hakku...
Tapi kapan itu akan aku dapatkan ?
Besok ?
Lusa ?
Atau sehari sebelum aku memasuki rumah itu ?
Apapun jawabannya...
Sudah terlambat...
Sekarang sudah tak ada lagi yang aku inginkan...
Aku kehilangan keinginanku...
Sekalipun itu rasa ingin tau...
Bahkan hidup pun aku tak ingin...
Karena hidup tanpa keinginan sama saja dengan mati...
Aku hanya seorang musafir...
Dan kini aku merasa haus...
Namun, aku telah jauh melewati mata air itu...
Yang ada hanyalah air mata, aku tak kuat...
Mata air, kembalilah kepadaku...
Aku sudah tak sanggup berjalan ke arahmu...
Suratku -sang musafir- kepada pemilik mata air...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar