Senin, 17 Oktober 2011

Darinya kepadaku...

-->
Februari 2009
Rasa itu datang ketika aku tidak pernah menyangkanya.
Bahkan rasa itu sulit untuk kujelaskan, karna rasa itu timbul justru ketika aku sadar aku tidak mungkin mendapatkannya.
Mungkin saat inilah aku mulai belajar tentang arti
"cinta  tidak harus memiliki".
Aku sadar, dia tidak mungkin melihatku, karena ia telah menetapkan orang lain untuk dilihatnya.
Dan dimatanya mungkin aku adalah orang kesekian yang muncul dalam hatinya..
Ada kalanya aku berusaha untuk melupakan rasa ini. Namun sangat sulit, bahkan lebih sulit daripada menemukan rasa itu sendiri.
Ditambah lagi setelah aku mengakuinya melalui mulutku, rasa itu semakin mendalam saja..
Apakah aku orang yang munafik? Apakah aku salah menyembunyikan perasaan ini dihadapan semua orang? Dan apakah aku salah karena telah memiliki rasa ini?
Aku bingung.. Ingin kulemparkan saja perasaan ini jauh-jauh dari hidupku.
Namun masih sangat terlalu indah untuk kulupakan.. Apalagi telah kudapati kesempatan tuk bisa bersamanya..

Sabtu, 9 Mei 2009
Sia-sia saja..
Aku ingin mlupakannya.
Dia tidak akan memandangku seperti dia melihat orang itu.
Aku tidak merasakan apa-apa lagi.. Atau lebih tepatnya aku ingin menyangkal dari perasaan ini..
Perasaan apa lagi ini?
Aku tidak yakin, namun aku tidak suka.. Semua itu membuatku marah kepada keadaan, marah kepadanya, bahkan marah akan hatiku yang lemah ini.
Sakit..
Minggu, 10 Mei 2009
Aku kira perasaan itu akan reda begitu aku tidur dan melepas pikirku akannya.
Namun semakin resah saja hatiku pada saat aku membuka mata..
Hati ini terasa begitu menyiksa. Sakit lagi..
Aku tidak ingin larut dalamnya.
Aku seorang laki-laki, dan aku bukan orang yang pengecut!
Dunia tidak boleh terpengaruh akan ini.
Lagipula tidak ada yang tahu.. Hanya aku dan perasaan bodoh inilah yang tahu..

Minggu Malam
Aku telah memutuskan..
Aku bahkan tidak yakin ini adalah keputusan terakhirku.
Aku tidak tahu apakah ini salah atau tidak..
Yang jelas, aku tidak ingin larut dalam rasa sakit ini.
Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya, dimana aku bisa merasa bahagia, gelisah, marah, bahkan benci dalam waktu yang bersamaan. Dan perasaan itu.. Perasaan itu, justru terasa indah.
Aku bahkan menanyakan apa kehendak TUHAN akan hal ini.
Mungkin inilah suatu perasaan yang sudah semakin dewasa, dan berbeda dengan yang pernah terjadi padaku sebelumnya.
Mungkin aku akan menyesal akan keputusanku ini.. Namun mungkin ini pula yang terbaik yang dapat kulakukan. Aku tidak ingin bersikap kekanak-kanakan lagi.
Ya.. Tidak selamanya suatu perasaan harus selalu dipuaskan demi kepentingan diri sendiri.
Lagipula, tidak ada harapan lagi, setidaknya itu bagiku.
Dan akhirnya inilah keputusanku..
Aku akan melupakannya!
Senin, 11 Mei 2009
Hari ini aku sama sekali tidak melihatnya.. Akupun tidak merasakan sakit dan resah dalam hatiku lagi. Atau lebih tepatnya, sedikit lebih baik daripada kemarin.
Aku berharap aku akan tetap bertahan..
Tidak akan mengingat perasaan itu lagi.
Aku telah berkata tidak. Bahkan tanpa peduli apa kata hatiku yang sebenarnya.
Aku tidak ingin merasa malu nantinya karena perasaan bodoh ini.
Biarpun mungkin aku telah membohongi diriku sendiri..

Selasa, 12 Mei 2009
Aku melihatnya lagi, tapi aku telah berusaha menahan diri untuk tidak mendekatinya dan berbicara padanya..
Mungkin saat ini aku telah merasakan sedikit kepudaran dalam hatiku akan perasaan ini.
Inilah yang kubutuhkan.
Tetapi kenapa aku tidak merasa senang. Aku malah merasa..
Kosong..

Selasa Malam
Ya.. Semua akan berakhir.
Sebentar lagi.
Aku tidak akan peduli lagi semua yang kurasakan saat ini, ataupun yang ia rasakan padaku.. Yang kuyakini saat ini ialah aku tidak akan pernah dipandangnya dengan cara yang kuinginkan.
Atau setidaknya aku tidak ingin melihat lagi harapan kecil itu.. Bahwa dia akan melihatku. Benar-benar melihatku..
Saat ini, mungkin ada sedikit penyesalan dalam hati ini.
Namun itu lebih baik jika dibandingkan aku akan menyesal nantinya karena tidak melupakannya saat ini juga..
Ya TUHAN, ampunilah aku jika keputusanku ini salah..
Terlebih jika aku salah karena telah mencintainya.

Rabu, 13 Mei 2009
Aku melihatnya..
Hari ini.. Lagi..
Kenapa jantungku berdegup begitu kencang? Aku.. Aku sulit berpikir..
Aku hanya bisa diam dan berusaha tidak berbicara padanya.
Aku berusaha.. Tapi, aku tidak ingin ia berpikir bahwa aku menjauhinya.
Aku kira aku telah berhasil melupakannya.. Tapi sepertinya jalanku masih begitu panjang untuk bisa melempar perasaan ini jauh-jauh dari hidupku..
Aku harap bisa bertahan, sampai akhirnya nanti, dalam pikiranku.
Walau aku tahu, hatiku berkata yang sebaliknya, berteriak agar aku tetap mau mengejarnya..
Mengejarnya dengan harapan sekecil apapun.

Rabu Sore
Harapan.. Apa itu?
Ketika aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan, harapan itu muncul.. Muncul lagi..
Apakah seperti yang dulu?
Atau bahkan mungkin harapan yang dulu itu belum benar-benar hilang.
Harapan itu sangat kecil, bahkan aku tidak berani untuk menggantungkan seluruh impianku padanya.. Lagipula aku telah memutuskan untuk.. Untuk..
Tapi aku tidak bisa! Aku tidak bisa menolak harapan itu..
Harapan itu begitu kecil, sangat kecil.
Tetapi juga satu-satunya jalan untuk mengetahui perasaannya yang sebenarnya padaku.
Aku akan bergantung pada harapan kecil itu..
Jika ternyata ada kesempatan bagiku, sekecil apapun, aku akan mengatakannya..
Namun jika harapan itu menghempaskanku ke bawah, aku akan melupakannya!

Kamis, 14 Mei 2009
Aku terdiam.. Aku tak bergerak..
Aku.. Aku.. Aku ingin.. Pergi saja..
Ya.. Aku tidak akan menyalahkan harapan lagi.
Harapan hanya menawarkanku tentang jalan keluar, dan tetap saja aku yang memutuskan.
Harapan itu datang dan berkata padaku akan sedikit memberiku kesempatan.
Namun kesempatan itu berkata padaku.. Dia masih melihat orang itu, masih sangat ingin melihat orang itu. Jika orang itu tidak melihatnya, mungkin dia akan mau membuka hati untukku, itulah yang dikatakannya..
Tapi aku bukanlah seorang pelarian. Aku juga tidak ingin mencari pelarian..
Ya.. Aku anggap itu sebagai suatu penolakan, suatu penutup jalan, dan juga sebagai suatu awal, atau lebih tepatnya penerusan, akan keputusan awalku, sejak aku pertama kali mulai merasakan perasaan ini.. Aku akan membuang perasaan ini!
Bukan karena aku marah, atau kecewa..
Ya, mungkin aku kecewa.
Namun bukankah masih ada dunia, walaupun dunia telah berhenti bagiku..

Kamis Sore
Aku tidak bisa menahan rasa kecewa dalam emosiku..
Aku tak dapat mengendalikannya. Semuanya terasa dingin, membeku.
Namun jantungku tetap berdetak begitu keras.. Aku tak bisa berpikir lagi, aku bingung..
Aku melihatnya.. Apa yang harus kukatakan? Apa yang harus kuperbuat agar ia tidak curiga?
Sampai aku tahu, aku telah salah mengambil jalan. Ia malah marah dan tidak mau berbicara padaku. Semuanya bertambah buruk saja..
Semua itu membuatku sakit..
Mungkin jalan satu-satunya adalah memberitahunya.. Aku akan mengatakan yang sebenarnya padanya..
Tentu saja tanpa ada maksud untuk memilikinya.
Ya.. Itulah yang terbaik.
Ampuni aku, ya TUHAN jika aku mengambil keputusan ini sendiri..
Tapi aku bingung, aku tidak berani berpura-pura lagi tersenyum pada dunia. Lagipula, mungkin dia sudah tahu tentang semua ini..
Aku akan mengatakannya..
Menceritakan semuanya..
Semua yang membuat ia bertanya-tanya ada apa denganku selama ini.. Dan juga..
Aku akan memintanya..
Untuk membantuku melupakan dirinya..

Jumat, 15 Mei 2009
Hari ini datang lagi.. Aku membuka mata dengan hati yang resah. Aku gelisah.. Aku takut.
Apa jadinya nanti jika aku telah mengatakannya?
Walaupun kemarin ia berkata bahwa ia telah memaafkanku, tapi aku tetap tidak bisa menahan diri untuk berpikir hal terburuk yang mungkin bisa terjadi..
Akan tetapi, semuanya akan selesai..
Semuanya akan berakhir, ketika permintaanku telah kuutarakan, bahwa aku akan melupakannya..
Aku malu, aku telah mengatakan itu berulang kali, tetapi tetap saja, aku tidak dapat melakukannya..
Namun.. Hari ini adalah hari penentuanku.
Jantungku tetap tidak mau berhenti berdegup dengan kencang, bahkan mungkin aku lebih suka berhenti berdegup saja sekalian..
Aku.. Putus asa.
Hatiku menolak untuk mengatakannya.
Tetapi aku harus..

Jumat Pagi
Anugrah? Apa itu?
Apa lagi ini.. Apa ini harapan baru?
Itulah yang dikatakannya padaku sebelum kami bertemu, bahwa ia menyadari baru saja menerima sebuah anugrah..
Pikiranku langsung tertuju pada kata itu.
Ya TUHAN.. Aku tidak berani beharap.. Namun aku tidak dapat membohongi diri sendiri..
Aku.. Aku merasa sedikit lega dengan kata itu. Tapi, pikiranku berkata bahwa aku jangan terlalu banyak berharap lagi..
Lagipula aku tidak ingin salah paham.. Aku tidak ingin melihat harapan lagi, setidaknya untuk saat ini..
Astaga! Aku tidak bisa hidup seperti ini terus. Aku bahkan tidak bisa merasakan apa-apa lagi.. Tubuhku telah membeku.
Napasku telah berhenti.
Aku tidak dapat membedakan lagi yang mana mimpi dan yang mana kenyataan. Karena aku telah terlalu hanyut dalam harapan-harapan kosong itu..
Tidak ada yang dapat kurasakan.. Kecuali rasa ini.. Sakit yang luar biasa..
Aku sudah tidak tahu berapa lama aku telah terdiam dan menikmati rasa sakit ini.
Aku tidak dapat melihat apa-apa, tatapanku selalu kosong..
Aku.. Sudah siap!
Inilah waktunya.. Aku akan mengatakannya..
Sebentar lagi..
Jumat Siang
Jantungku.. Paru-paruku..
Aku tidak bisa merasakan semuanya itu bekerja, ketika aku berjalan membelakanginya untuk mencari tempat yang tepat untuk berbicara dengannya..

Saat ini, dia duduk dihadapanku.. Aku tidak merasakan apa-apa.. Otakku tidak dapat bekerja..
Aku hanya berbicara melalui mulutku, bahkan sebelum dapat diproses dengan otakku..
Aku telah mempersiapkan kata-kata yang tepat kemarin. Tetapi hari ini sia-sia saja semuanya.. Aku hanya bisa tergagap.. Wajahku panas.
Tetapi tanganku terasa beku, dan kakiku tidak bisa berhenti bergerak karena darahku telah mengalir dengan deras ke kepalaku..
Semuanya sudah kukatakan.
Aku ingin menatap kedalam matanya.
Aku ingin meyakinkannya bahwa aku bersungguh-sungguh.. Bersungguh untuk mau melupakannya.
Tapi aku tidak sanggup. Saat itu ia melihatku dengan tatapan yang sangat menyakitkan.
Tatapannya seakan mencerminkan ketidak percayaannya, tidak mau percaya pada apa yang ia dengar..
Dunia terasa berhenti.. Angin bertiup dengan kencang menerpa wajah kami saat itu. Suara-suara terdengar disekitar kami, namun dunia terasa berhenti saat itu.. Aku hanya terdiam sejenak..
Menunggu.. Menunggu sesuatu akan terucap melalui bibirnya, tanpa melihat kedalam matanya..
Kemudian..
Ia mengatakan sesuatu..
Otakku masih belum bisa mencerna dunia disekelilingku..
Aku tidak memahami kata-katanya.
Tetapi, ia mengatakan sesuatu.
Sesuatu yang membuatku sulit bernapas.
Aku.. Aku tidak percaya pada apa yang kudengar. Atau mungkin aku berharap aku tidak percaya pada semua itu.. Semua yang dikatakannya..
Apa lagi itu? Sebuah harapan lagikah? Atau malah sebuah kesempatan?
Dia baru saja mengatakan, bahwa dia merasakan hal yang sama denganku..
Bahwa ia juga menyayangiku..

Aku terdiam.. Lagi..
Lagi-lagi terhadap sesuatu yang kudengar..
Namun ini berbeda.
Aku.. Tidak percaya!
Ia merasakan sesuatu padaku. Suatu perasaan, yang aneh.. Perasaan sayang, itulah yang dikatakannya.
Aku tidak mengerti..
Aku benar-benar tidak mengerti.
Bukankah ia masih melihat orang itu? Bukankah ia juga mengatakan akan menunggunya?
Namun semua pertanyaan itu tidak berarti lagi. Ia telah menjelaskannya..
Tentang perasaan yang sesungguhnya yang ia rasakan padaku dan pada orang itu.
Sejenak aku benar-benar tidak berani melihat harapan itu.
Harapan yang justru keluar dari mulutnya..
Aku luluh.. Aku tidak bisa bernapas, wajahku panas.
Namun semua itu justru.. Justru terasa indah.
Oh TUHAN, jadilah kehendakMU..
Aku tidak berani lagi berharap..
Aku melihat matanya.. Jauh lurus kedalam matanya.
Aku tidak mendapatkan kebohongan, maupun rasa kasihan dalam matanya.
Yang kulihat hanya sebuah ketulusan.. Apakah itu yang benar-benar ia rasakan..
Oh TUHAN, saat ini aku harus benar-benar merombak semua rencana awalku..
Aku mendapati satu hal saat itu, sebelum kami meninggalkan tempat itu.. Bahwa aku juga menyayanginya..
Saat itu, aku ingin sekali.. Memegang tangannya, menatap lurus kedalam matanya, dan bertanya..
Apakah ia benar-benar telah melihatku? Namun aku mengurungkan niatku. Mungkin lebih baik aku percaya saja padanya.
Aku hanya berharap ini semua bukan mimpi..

Jumat Malam
Ak tersenyum lagi..
Tersenyum sendiri bahkan tanpa tahu apa sebabnya.
Aku tidak bisa berkonsentrasi pada duniaku.
Aku masih mendengar kata-katanya terngiang nyaring dalam telingaku.
Ya.. Saat ini kami tidak saling bertemu.. Dia berada jauh di tempat lain.
Aku hanya bisa berharap.. Berharap malam ini akan segera berlalu.
Agar aku bisa melihatnya besok.
Dan aku ingin dia tahu..
Saat ini.. Apapun yang sedang dipikirkannya sekarang.
Aku hanya ingin dia tau, bahwa aku menyayanginya..

Sabtu, 16 Mei 2009
Aku bahagia sekali hari ini..
Aku melihatnya, dengan senyumnya yang membuatku tidak dapat memalingkan wajah.
Ini benar-benar seperti mimpi.
Aku masih belum habis pikir, bagaimana semua ini bisa terjadi.. Apakah ini sebuah anugrah dari TUHAN?
Ya.. Tentu saja..
Penantianku, anganku, pergumulanku, hasratku, perasaanku, sadarku, pikirku, dan kenyataanku membuatku sampai pada tahap ini.
Oh TUHAN, terima kasih.. Inikah akhir dari semua proses yang telah kualami selama ini?
Aku berharap agar perasaan ini tidak akan menyakiti siapapun.
Aku benar-benar tidak menyangka.
Ketika sebuah harapan yang kupikir telah menghempaskanku, malah saat ini mengangkatku tinggi kedalam sebuah alam kebahagiaan.
Yang kutahu saat ini hanyalah, aku telah jatuh cinta.. Benar-benar jatuh cinta.
Padanya.. Pada dia yang bahkan tidak pernah kuperkirakan sebelumnya. Baru kemarin aku masih merasakan sakit yang sangat menyiksa itu, karena kupikir aku tidak akan lagi mendapatkan kesempatan ini.
Namun ketika aku memutuskan untuk mengakhirinya, justru kesempatan inilah yang mencegahku.
Astaga! Aku benar-benar tidak bisa lagi mengendalikan hidupku.
Aku bahkan tidak dapat membayangkan hidup tanpanya disisiku..
Saat ini aku menunggu..
Menunggu sebuah kepastian dari sebuah kenyataan.
Setelah itu, aku berjanji..
Dengan segenap hatiku..
Aku akan memintanya untuk menjadi kekasihku..

Senin, 18 Mei 2009
Aku belum mengatakannya.
Aku belum..
Aku tidak tahu kenapa. Apakah aku belum siap? Ataukah masih ada keraguan dalam hati ini?
Aku takut jika itu menjadi benar..
Namun yang kuyakini saat ini hanyalah,
aku mencintainya..
Dan dia juga mengatakan sebaliknya.
Mungkin keraguan ini bukanlah perasaan yang masih bimbang tentang apakah aku benar-benar mencintainya.
Karena aku telah yakin pasti, aku telah jatuh cinta.
Ya.. Mungkin aku hanya..
Aku hanya ragu, atau lebih tepatnya takut..
Takut tidak bisa membahagiakannya dengan cintaku ini.
Tetapi.. Ia telah percaya padaku.
Dan aku tidak mungkin lagi mengkhianati kepercayaannya itu.
Lagipula aku telah berjanji untuk mengatakannya jika kenyataan telah memberi kepastian.
Dan kenyataan itupun telah berkata ya..
Bahkan aku sudah menyerahkan sepenuhnya atas kehendak TUHAN.
Apa lagi yang kutakutkan?
Dia tidak boleh menunggu lagi. Aku tidak mungkin membuat dia ragu padaku.
Baiklah.. Aku yakin!
Aku telah yakin, akan kepastianku. Cepat atau lambat, ketika waktunya telah dekat, aku akan benar-benar memintanya..
Memintanya untuk menjadi bagian dari hidupku..


Sabtu, 23 Mei 2009
Aku telah mengatakannya..
Aku telah mengutarakan seluruh isi hatiku.
Ya.. Ini memang sudah yang kedua kalinya, namun ini berbeda.. Karena jika dulu aku tidak berpikir untuk memilikinya, sekarang aku benar-benar memintanya untuk menjadi kekasihku..
Saat itu, tidak biasanya aku merasa begitu tenang.
Atau mungkin aku sudah terbiasa dengan perasaan gugup ini.
Jantungku tetap saja berdegup dengan kencang.
Angin bertiup kencang kearah kami, dan menusukkan rasa dingin dan gelisah ke dalam hatiku..
Sejenak, aku benar-benar tidak dapat bernapas.
Udara disekelilingku membuatku semakin tercekat saja..
Ditambah lagi ia memintaku untuk mengulangi kata-kata itu sebanyak tiga kali.
Mengulangi kata-kataku yang memintanya untuk menjadi kekasihku..
Untuk menjadi udaraku ketika aku tidak dapat bernapas,
menjadi darahku ketika jantungku berhenti berdegup,
menjadi Ishida Keiko-ku dan aku Nishimura Kazuto-nya,
dan melewati suka duka bersama dalam masa mudaku..
Oh TUHAN, aku hanya berharap degup jantungku yang keras ini tidak sampai terdengar olehnya.
Setelah beberapa saat, aku kira dunia telah berhenti.
Namun aku masih berjalan bersamanya, dan orang lain berlalu lalang disekitar kami..
Saat itu dunia memang benar-benar telah berhenti..
Ketika ia mengatakan hal itu..

Ya.. Inilah akhirnya..
Ia berkata ya..
Berkata bahwa ia mau menjadi kekasihku..
Aku benar-benar tidak bisa percaya..
Oh TUHAN, terima kasih.
Aku tidak akan bisa mengalami proses yang begitu indah ini, sekaligus yang telah mendewasakan hidupku ini, jika tanpa TUHAN YESUS yang menyertaiku..
Inikah akhirnya?
Jika memang benar, ini bahkan lebih indah daripada drama percintaan sekalipun.
Seorang perempuan yang sejak pertama aku sadar aku tidak mungkin lagi memilikinya, namun aku malah menyukainya.
Perasaan yang kukira adalah perasaan yang terbodoh yang pernah kumiliki, justru menunjukkan harapannya kepadaku.
Harapan yang kusangka akan menghempaskanku, justru meraihku kembali..
Setiap proses dan tahap yang telah kulalui dalam beberapa waktu ini terasa begitu menyakitkan sekaligus membahagiakan..
Aku benar-benar tidak mengerti..
Benar-benar tidak dapat mengerti..
Jika dilihat dari beberapa waktu yang lalu, sangatlah tidak mungkin ini semua bisa terjadi..
Namun inilah kenyataannya.
Sebuah kenyataan yang telah memberi begitu banyak warna dalam masa mudaku..
Saat ini, ya.. Aku telah menjadi kekasihnya.. Dan ia telah menjadi kekasihku.
Inilah akhir dari pergumulanku, dan awal dari cerita cintaku.
terima kasih TUHAN..
Akhir bahagia ini..
Akhir dari semua perjuangan batinku.
Dan mulai saat ini..
Aku, Juliansen, akan melewati suka duka hidupku bersamanya, Vierena Tirza Dwivantiara..
Dan telah kuserahkan seluruh pergumulan hidupku kedalam TanganMU, ya TUHAN YESUS KRISTUS..

the end


by J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar