Tuhan
memberikan keajaiban, yaitu : Cinta pandangan pertama
yang selalu disangsikan banyak orang, termasuk aku.
Di tengah segala hal tersebut, Tuhan menghukum aku.
Aku dibuat berkali-kali mencintai seseorang pada pandangan pertama.
-Christian Sandiego
yang selalu disangsikan banyak orang, termasuk aku.
Di tengah segala hal tersebut, Tuhan menghukum aku.
Aku dibuat berkali-kali mencintai seseorang pada pandangan pertama.
-Christian Sandiego
Christian
Sandiego, namaku tertulis di daftar peserta yang diterima
dalam Open Recruitment BEM Sanata
Darma region Bekasi. Sebagai mahasiswa yang tidak hanya ingin menjadi kupu –
kupu alias kuliah-pulang-kuliah-pulang, diterima dalam organisasi bergengsi
incaran banyak mahasiswa ini menjadi berkat tersendiri yang pastinya akan
mewarnai segala macam aktivitas perkuliahanku. Sudah aku bayangkan bahwa
kehidupan perkuliahanku tidak akan membosankan, akan ada banyak pengalaman yang
menantiku di waktu depan, dan siapa yang tahu akan ada cerita cinta yang
terselip dalam kehidupanku di saat aku berada dalam organisasi ini, who knows?. Aku tersenyum senangAh, perjuanganku tak sia – sia, thank God
aku bersyukur dalam hati.
***
Viva Fielicha Stania, namaku
tertulis di daftar peserta yang diterima dalam Open Recruitment BEM Sanata Darma region pusat. Baguslah,
keisengenku dalam mencoba peruntungan untuk lolos ke dalam organisasi mahasiswa
ini berbuah manis. Walau sejujurnya niatanku dalam bergabung dengan organisasi
ini bukan hanya semata – mata ingin menjadi aktivis atau memberikan sedikit
tuah pada kampusku.Melainkan, percobaan untuk mencari kesibukan agar segala
macam pikiran dan perasaanku teralihkan dari masa lalu yang begitu pahit. Ya,
pahit! Hingga membuatku membangun tembok tebal pembatas antara ruang cintaku dengan
para pengisinya.Setidaknya aku akan
melupakan dia secepatnya seloroh batinku.
***
“Chris,
acara job fair nanti keuangannya
tolong laporin ke gue ya!,” pinta seorang perempuan yang parasnya sedari awal
rapat perdana BEM membuat hatiku kikuk.
“Iya
Ndra, nanti gue minta koordinator perlengkapan laporin pengeluaran dulu, nanti
baru gue report ke elo,” balasku mencoba untuk tenang mengendalikan hati yang
terlanjur salah tingkah.
“Okay,
ditunggu,” ucapnya singkat dan langsung pergi mengurus hal lain.
Diandra
adalah salah satu dari mahasiswa yang namanya tercatat sebagai pendaftar yang
diterima masuk dalam BEM Sanata Darma region Bekasi.Otomatis, dia menjadi rekan
kerjaku dalam organisasi ini.Sedari awal pertemuan pertama anggota baru,
Diandra lah yang mencuri segala pandangan dan perhatian, termasuk juga minat
hatiku.Rambut hitam panjang, kerlip mata yang indah, bibirnya kecil yang
berwarna merah, dan sedikit lesung pipi yang terpaket lengkap pada wajahnya
jelas mengetuk pintu ketertarikan hatiku kepada dirinya. Tapi, apa daya. Segala
macam kekagumanku terbentur pada kenyataan, bahwa yang menyukai Diandra tak
hanya aku, melainkan sahabatku sendiri di kelas maupun di organisasi ini,
Rexy.Aku tak mungkin menikung sahabat sendiri.
***
“Seriusan lo tolak, Cha?”
“Iya
serius, kenapa emangnya?Ngga harus diterima jugakan kalo emang ngga ada rasa?”
“Ah,
parah sih lo Cha.Padahal dia perfect
banget loh.Lo sih trauma lama masih aja dibawa-bawa.”
Trauma?Aku
hanya tersenyum untuk membalas ucapan Mala, sahabat terdekatku di kampus.Dialah
diary berjalan yang selama ini selalu
menjadi tempat aku menumpahkan semua cerita-ceritaku, khususnya tentang cinta.
Dan dari seluruh cerita yang aku sampaikan, hanya satu kata yang menjadi
kesimpulannya tentangku: trauma.
Coba
bayangkan saja.Empat tahun sudah aku lewati bersama dia, tapi dia tetap tidak
mengerti bahwa tidak ada harapan yang dapat aku pertahankan dalam jarak yang
terlalu jauh untuk kami jalankan.Janji-janji dan rencana mengenai pertunangan
kami setelah kuliahku selesai, sekarang hanya tersisa menjadi luka.Aku kalah
melawan waktu dan jarak yang memisahkan kami.Aku putuskan begitu saja hubungan
cinta kami secara sepihak karena kini cintanya hanya tinggal bayang-bayang saja
dalam hatiku.
Apa salah aku merasa sepi dan kini
sulit untuk membuka hati bagi pria lain? Aku sudah mati rasa menahan segala
sakit yang mengoyakkan perasaanku ini.Aku tidak butuh orang baru yang datang
untuk membalut luka atau mencoba menyembuhkan, aku tidak butuh itu.Aku hanya
butuh sendiri dan mencoba untuk menepi.Melupakan kata “kita” antara aku dan dia
yang kini telah mati karena terhempas jarak dan banyaknya janji.
***
“Chris lo mesti bantuin gue ya
deketin Diandra!,” Rexy menggebu – gebu memintaku untuk menolongnya mencari
cara untuk menyatakan perasaannya pada Diandra.
Aku hanya mengangguk – angguk malas
dan mencoba untuk menahan segala kesal yang tertahan ketika nama Diandra
terluncur jelas dari mulut sahabatku ini. Aku mengerti bahwa tidak salah bila
Rexy menyukai Diandra, tidak salah bila Rexy memintaku untuk membantunya
menyatakan perasaan, dan tidak salah bila nanti Rexy dan Diandra berpacaran.
Yang salah adalah, aku! Aku yang salah karena hanya berani mencintai Diandra
diam – diam, aku yang salah karena tak berani mengungkapkan atau setidaknya
memberi kode kepada Diandra bahwa aku menyukainya, bahkan aku yang salah karena
tidak mem-block rasa suka Rexy
terhadap Diandra padahal akupun menyukai perempuan yang sama. Aku yang terlalu
takut.
“Iya Rex, iya…” Aku menjawab sebaik
mungkin mengingat bahwa sahabatku sendirilah yang meminta bantuan menunjukkan
keberaniannya, bukan seperti aku yang tak punya nyali.
Tring!
handphone Rexy berbunyi, menandakan ada satu chat message masuk.
Rexy yang terlalu sibuk dengan
rencana penembakan terhadap Diandra tidak mengindahkan handphonenya, dia masih
terlalu di mabuk cinta dan sangat merasa bahagia.
Aku mengecek handphone Rexy, membuka
fitur chat messenger, dan mendapatkan
V. Icha Stania sebagai profile name.
“Siapa Chris?,”
“Icha Stania,”
“Oh, yaudah balas aja. Dia ngomongin
Festival Musik bikinan BEM pusat kan ya?,”
Jujur aku tak mendengar apa yang
diucapkan oleh Rexy setelah dia bertanya siapa yang mengirimkan chat message
kepadanya. Aku terlalu sibuk melihat profile
picture yang sengaja aku buka, dan kini menampilkan sosok wajah perempuan
yang sebelumnya tak pernah aku lihat. Aku tersenyum, cantik bisikku dalam hati.
***
Tugas!
Aku lupa membawa tugasku untuk mata kuliah Pengantar Bisnis! Sudah seminggu
yang lalu Dosen memberikan tugas pribadi kepadaku sebagai pengganti absensiku
saat membolos dua kali pertemuan dalam mata kuliahnya.Sudah bagus dikasih kesempatan sekarang aku malah lupa membawa
tugasnya, aduh gimana ini!!! Tinggal sepuluh menit lagi sampai jam mata
kuliahnya dimulai!, aku menggerutu sendiri dalam hati sambil kebingungan
harus berbuat apa. Ketika aku hendak mengeluarkan hand phone untuk menghubungi Mala, tiba-tiba saja aku tersentak
oleh teguran seseorang.
“Cha,
ngapain disini?Yuk masuk, Bu Eva sebentar lagi masuk.”Seseorang yang sangat
kuhapal garis wajahnya ini menegurku dengan lembut.
“Jo,
aduh gini Jo…” Aku cemas tidak tau harus berkata apa pada Johan, salah satu
teman sekelasku ini.
“Kenapa,
Cha?” Tanya Johan menatapku dengan tatapannya yang teduh.
“Hmm
gini Jo, lo ingetkan gue udah dua kali absen mata kuliahnya Bu Eva? Gue dikasih
kesempatan buat ganti absen gue dengan tugas Jo.Tapi sekarang gue lupa bawa
tugasnya. Aduh, gimana nih ya Jo? Gue pasti kena omel deh.”
“Loh
Cha! Ayo cepetan kita ambil tugas lo itu!”
“Kita?”
kataku seraya menunjuk ke arah Johan dan diriku sendiri.
“Iya,
kita! Nggak mungkin kan lo balik ke rumah naik angkot. Makan waktu banyak Cha!
Udah mending sekarang lo gue anter ke rumah buat ambil tugas lo itu.”
“Eh
tapi, nanti kita...”
Udah
Cha, ayo cepetan! Jangan buang waktu!” belum selesai aku berkata-kata, Johan
sudah menarikku ke arah parkiran motor.
Dalam
perjalanan aku hanya bisa memikirkan bagaimana resiko kalau kami telat. Aku
ingat betul peraturan yang diberikan oleh Bu Eva, beliau hanya mengkompromi
Mahasiswa yang terlambat lima menit setelah ia masuk kelas. Selebihnya, jangan
harap bisa ikut mata kuliahnya pada hari itu.
“Nggak
usah takut, Cha.Kita pasti bisa masuk kelas kok.” Johan membuyarkan pikiranku,
seolah-olah dia bisa membaca apa yang sedang aku pikirkan.
“Gue
Cuma nggak enak aja sama lo, Jo. Gara-gara gue nanti lo bisa ikutan telat
juga.”
“Ya
ampun, Cha.Apa sih yang ngga buat lo?” Johan tertawa sembari melajukan sepeda
motornya dengan kecepatan yang lebih tinggi.
Johan,
pria yang punggungnya ada di hadapanku ini memang selalu menaruh perhatian
padaku.Sudah tiga minggu sejak Johan menyatakan perasaannya dan memintaku untuk
menjadi kekasihnya, aku menolaknya.Tapi entah mengapa sampai sekarang Johan
masih tidak mengubah sikapnya kepadaku.Seperti biasa, aku masih tetap
diistimewakannya.Padahal banyak wanita cantik di kampus kami yang mengaguminya,
tapi Johan tidak pernah menggubrisnya.“Cinta butuh waktu, Cha.” Itulah yang
Johan katakan padaku ketika aku menanyakan alasannya kenapa ia tidak pernah mau
meladeni salah satu dari wanita yang mendekatinya.
Ya,
cinta butuh waktu.Hal itulah yang juga aku katakan kepada Johan ketika aku
menolaknya.Saat itu aku merasa hanya butuh waktu untuk benar-benar bisa melihat
Johan sebagai seseorang yang lebih dari sekedar teman.Kalau dijalani beberapa
waktu lagi, mungkin aku bisa mencintainya.Kenapa tidak?Johan adalah seseorang
yang pantas untuk dicintai dan dimiliki.Dia tegas, pintar, baik, dan
tampan.Hampir semua kriteria yang aku inginkan untuk menjadi pacar ada dalam
dirinya.Hanya saja, aku tidak merasakan cinta dalam hatiku ketika aku berada di
dekatnya. Sejak memutuskan untuk berpisah dengan Yansen, aku memang tidak
pernah lagi merasakan debar-debar cinta yang menyenangkan seperti dulu.
“Cha,
udah sampai. Buruan ambil tugas lo terus kita ngebut ke kampus”
“Oke”
kataku tanpa pikir panjang.
Sesampainya
di kampus, betul saja kami telat.Tapi berkat bujukan dan predikat Johan sebagai
anak kesayangan Bu Eva, kami berhasil masuk mengikuti mata kuliah Pengantar
Bisnis pada hari itu.Ini sudah ke sekian kalinya Johan menyelamatkan absensiku
di kelas.Sebetulnya aku bukan termasuk Mahasiswi yang malas masuk kelas.Hanya
saja kesibukanku dalam organisasi BEM akhir-akhir ini banyak mengharuskanku
untuk meninggalkan kelas untuk sementara.Sebuah Festival musik yang
dipercayakan untuk aku ketuai tinggal menghitung hari dan banyak persiapan yang
harus aku lakukan untuk kesuksesan acara itu.
***
“Harus ya kita ikut ke pusat? Males
banget Rex,”
“Udahlah, ikut aja! Dari region kita
cuma gue sama elo doang yang diajak. Sekalian juga nanti kita kenalan sama anak
– anak pusat.”
Aku
sebenarnya malas untuk ikut bersama dengan Rexy.Kenapa? Dia sukses mendapatkan
Diandra, dan dengan bangganya dia menceritakan segala macam detil – detil
percintaannya yang masih berumur 2 minggu itu kepadaku.
“Kenapa lo ga sama Diandra aja
sih?,” tanyaku masih mencoba untuk berkelit agar tidak usah menemani dia datang
ke acara Festival Musik di Sanata Darma pusat.
“Diandra ngga bisa hari ini, dia
lagi pergi sama keluarganya jalan – jalan,”
Mau tidak mau aku pun harus menemani
Rexy ke dalam event akbar BEM Sanata Darma ini. Argh! Semoga saja aku tidak bosan disana kesalku dalam hati.
***
Hari
yang aku tunggu akhirnya tiba, Festival Musik di kampusku akhirnya
terlaksana.Aku mengundang semua teman-teman dekatku di kampus untuk ikut
menghadiri Festival itu dari awal hingga akhir acara.Aku ingin mereka melihat
hasil bolosku selama beberapa pekan terakhir ini.Johan juga ada disana, membawa
kamera yang menggantung di lehernya. Aku tersenyum padanya, ia langsung
memotretku. Di pertengahan acara, Johan memanggilku ke sebuah stand yang menjual berbagai jenis
minuman segar. Kami duduk disana sambil menyeruput es buah di kedua tangan
kami.
“Gimana
Jo acara ini?Seru kan” tanyaku sambil membuka percakapan kami.
“Seru,
Cha. Lo berhasil” senyum Johan merekah.Manis sekali. Tapi entah mengapa, sampai
saat ini senyum Johan masih tidak menimbulkan reaksi apapun dalam diriku.
“Cha,
sampai saat ini masih Cuma lo yang ada di pikiran gue.”Johan berkata lembut,
sambil menatapku. Ah, otakku langsung berpikir kemana muara arah pembicaraan
ini, “Apa nggak bisa lo coba untuk menerima gue?”.
Nah kan! Betul tebakanku,
pikirku dalam hati.Johan masih mengupayakan perasaannya.
Aku
memalingkan wajahku dari tatapan mata Johan yang memelas.Tepat di saat aku
memalingkan wajah, aku menangkap sepasang mata sedang melihat ke arahku tajam.
Seorang pria dengan setelan kaos dan blue
jeans yang berdiri di antara kerumunan orang-orang itu menatap aku dengan
cara yang tak biasa. Darahku berdesir.Apa ini?aku memikirkan perasaan aneh yang
tiba-tiba merasuk masuk ke dalam diriku. Degup jantungku berdetak lebih cepat.
Aku pernah merasakan ini, ketika Yansen menggenggam erat tanganku di Airport saat ia hendak pergi ke Jerman,
untuk melanjutkan kuliahnya. Saat itu aku masih mencintainya.
“Cha,
jadi bagaimana” Tanya Johan untuk ketiga kalinya
Aku
membalas pertanyaan Johan dengan senyuman, aku tau betul isi hatiku, aku tidak
mencintainya.
“Jo, sekali lagi.Maaf.”Aku kembali
tersenyum sebelum melanjutkan kata-kataku.“Gue nggak bisa nerima lo, lo teman
yang baik buat gue.”
***
Aku
memperhatikan gadis itu, senyumnya, lekukan wajahnya, tatapan matanya. Ah,
gadis itu indah. Sayang sekali tatapan mata dan senyumannya tidak ditujukan
kepadaku.Gadis itu tersenyum pada pria tampan yang duduk di hadapannya.Kalau
boleh kutebak, mungkin pria itu adalah pacarnya.Apa yang mereka bicarakan?
Kalau kulihat dari raut wajah pria yang terus berbicara itu sepertinya
pembicaraan mereka adalah sesuatu yang serius.Entahlah, itu bukan urusanku.Aku
jauh-jauh datang ke sini hanya untuk menemani Rexy dan mengenal lebih dekat
lagi rekan kerjaku yang berada di kampus pusat.Tapi!Argh siapa gadis itu?.
“Rex,
itu siapa? Anak BEM bukan?,” tanyaku menarik tangan Rexy sambil menunjuk ke
arah tempat gadis itu berada.
“Mana?
Yang di stand minuman itu?,” Rexy membaca arah telunjukku, “yang ngalungin SLR
kalau ga salah namanya Johan, yang di sampingnya itu si Icha,” tandas Rexy
mengenali kedua orang yang aku tunjuk tersebut.
***
Aku
berlari melewati kerumunan orang banyak yang asik terbawa alunan lagu yang
dimainkan oleh bintang tamu kami.Aku berusaha menyelinap di antara kerumunan
orang banyak untuk bisa menuju ke tenda di dekat panggung tempat panitia
berkumpul.
“Cha,
kemana aja dari tadi?”Mala menepuk bahuku.
“Eh, lo Mal. Tadi gue ngobrol sama
Johan sebentar di sana,” kataku sambil menunjuk ke arah stand penjualan minuman. Aku lihat Johan masih duduk di sana
ditemani dengan beberapa teman-teman sekelasku.
“Johan nembak lo lagi ya Cha?”Tanya
Mala sambil tersenyum menggodaku.
“Iya Mal, dan lagi-lagi, gue nolak
dia.”
“Ah lo Cha!Apa sih kurangnya Johan
Cha, gue yakin lo sebenernya juga suka sama dia, Cuma lo takut aja ngejalanin
cinta yang baru lagi. Move on Cha! Move on! Udah nggak zamannya masa lalu
ngiket kita!”
Aku
hanya tersenyum geli melihat antusias Mala dalam mengucapkan kalimat barusan.Dia
tidak tahu bahwa ada seseorang di luar sana yang kini mulai mengaktifkan
debaran cintaku kembali.
“Oh iya Cha, gue minta passworde-mail kepanitiaan dong. Ada list sponsor yang harus diurusin nih.
Cuma lo kan yang megang passwordnya?”,
Tanya Mala dengan sedikit tergesa-gesa.
“Iya, sekalian deh lo urusin sisa
sponsorship yang di catetan gue nih!” aku merogoh kantongku dan tas kecil yang
aku pakai untuk mencari buku catatanku.
Tidak
ada! Aku mulai panik dan membongkar seluruh isi tasku.
“Gawat,
buku catetan gue ilang Mal! Kayaknya jatoh deh pas tadi gue desak-desakan di
kerumunan orang-orang”
“Ya
ampun Cha, itukan penting banget.Terus gimana dong, pihak sponsor minta
maksimal lusa kita sudah harus balas e-mail
dari mereka.”Mala mulai ikut merasakan kepanikanku.
“Iya
Mal gue tau. Oke oke, gue cari dulu ya di tengah-tengah sana, siapa tau
ketemu.” Kataku berusaha menenangkan Mala.
“Icha ya?” suara berat seorang pria
memaksaku untuk menoleh ke arahnya, pria yang tadi menatapku secara tak biasa.
“Saya?” tanyaku heran.Darimana orang ini tau namaku?, tanyaku
dalam hati.
“Nyari ini ya?” pria itu menyodorkan
buku kecil bergambar Hello Kitty. Buku catatanku!“Tadi jatuh pas lo lewatin
kerumunan. Lain kali hati – hati ya,” ujarnya lebih lembut sembari tersenyum.
***
Gadis
itu melangkah meninggalkan pria tampan yang tadi berbincang dengannya.Tanpa
disadari aku pun melangkah dari tempatku berdiri.Dengan sendirinya kakiku
bergerak mengikuti arah gadis itu pergi, tak jauh dari tempatku semula, gadis
itu menjatuhkan sebuah buku kecil.Aku memungut buku itu.Buku kecil bergambar
Hello Kitty.Sepertinya gadis itu tidak sadar sudah menjatuhkan buku ini.Aku
tersenyum geli memikirkan buku yang lebih cocok untuk adikku yang masih SD ini
ternyata dimiliki oleh seorang gadis cantik yang seumuran denganku.Mataku menyapu
kerumunan orang banyak.Kemana gadis itu
pergi?tanyaku lebih kepada diri sendiri.
“Chris
ke tenda panitia yuk, ketemu Icha disana,” tetiba Rexy mengajakku untuk
bertandang ke tenda panitia pelaksana, dan menyebutkan nama perempuan yang kini
menarik minatku.
Kehadiranku
dan Rexy tidak disadari oleh sang ketua pelaksana festival musik ini, dia
terlihat kalut sembari merogoh – rogoh isi tasnya mencari sesuatu.
“Icha
ya?” suaraku agak tercekat ketika memanggil nama gadis itu. Lantas gadis itu
tersentak dan menoleh kepadaku.
“Saya?” gadis itu bertanya dengan
wajah heran.Gadis itu pasti bingung bagaimana aku bisa mengetahui namanya.
“Nyari ini ya?” aku menyodorkan buku
kecil bergambar Hello Kitty yang tadi dijatuhkannya.“Tadi jatuh pas lo lewatin
kerumunan. Lain kali hati – hati ya,” aku kontan tersenyum memandangi wajahnya
yang langsung berseri mendapati buku catatannya yang sempat hilang.
“Iya buku gue! Thanks yah,” gadis
itu segera mengambil buku catatannya dari tanganku dengan senyum yang ceria di
wajahnya. Darahku berdesir, Aku bahkan sempat menahan nafas ketika tangannya
tak sengaja menyentuh jari-jemariku.
Aku terpaku dan kaku di hadapan
gadis ini.Jelas cinta pandang pertama itu ada dan nyata. Saat ini jelas, gadis
di depanku ini merenggut segala perasaan cintaku, dan aku tidak akan memakan
waktu lama lagi untuk memberanikan diri memperjuangkan apa yang cintaku
inginkan. “Gue Chris, salam kenal Cha,” aku mengulurkan tangan, dan menjabat
halus tangannya.
***
2 Tahun Kemudian
“Mbak
Icha, tolong agak miring ke kanan sedikit badannya.” Fotografer mencoba
mengarahkan gayaku.Aku memiringkan badanku sedikit ke arah kanan sampai
menyentuh lengan pria yang ada di sampingku. Pria itu Christian. Pria yang
cukup dengan tatapan tak biasanya,
kembali menghidupkan debaran cinta di jantungku. Aku menatap wajah pria
itu. Pria itu tersenyum manis kepadaku.Sambil membetulkan tali topi togaku, ia
merangkul mesra diriku.
“Oke,
lihat ke arah kamera ya.Satu, dua, tiga.Cheers!”
“Terima
kasih sudah menyelamatkan rasa yang hampir tenggelam, dengan hadir dalam
hidupku membawa penawar bagi harap yang kian pudar.”
-Viva Fielicha Stania
-Viva Fielicha Stania
Tidak ada komentar:
Posting Komentar