Aku harus membenahi apa yang saat ini telah terjadi. Semua adalah salahku. Dimulai ketika aku mulai haus akan realita kehadiran seseorang di sampingku, kamu datang. Memberi senyum dan perhatian yang memang aku rindukan dari seseorang yang kini sedang menimba ilmu di Negri Tirai Bambu. Perkenalan kita yang belum menempuh angka satu tahun mampu menodai hubunganku yang sudah lebih dari lima tahun berjalan, dengan kekasihku. Ya, aku berdusta, meski dusta itu hanya ada di dalam hati. Aku mulai mencintai kamu, orang lain yang tiba-tiba hadir dan merefleksikan dirinya dalam keseharianku. Kamu tau, aku sudah berdua. Tapi itu semua tidak meluluhkan ketulusanmu kepadaku, kamu tetap menungguku. Menunggu untuk apa, sayang?
Aku tidak akan meninggalkannya. Aku masih dan akan selalu menunggu kepulangannya. Meski ia jauh dan kamu dekat, itu tidak akan bisa mempengaruhi komitmenku. Walau aku akui, aku sempat goyah karena pendirianmu yang sekeras batu karang dan ketulusanmu yang seputih merpati. Aku tidak tahan jika kamu terus menerus menungguku pulang, mengantarkanku ke toko buku, membantuku mengerjakan tugas kuliah, bahkan kamu menggendongku saat aku hampir jatuh pingsan. Aku tidak bisa terus menerus menyakitimu seperti ini. Tidakkah kamu pernah berkaca dan melihat sekelilingmu, sayang? Kamu tampan, ya itu pesona yang tidak dapat dipungkiri wanita manapun. Kamu sangat baik, bukan hanya kepadaku tapi juga terhadap orang yang tidak kamu kenal sekalipun. Masih ingatkah kamu ketika kita mampir ke toko buku memilihkan buku untuk kekasihku? Disana ada seorang pengunjung yang tidak sengaja menyenggol tumpukan buku-buku baru hingga buku itu berserakan di lantai. Disaat semua orang hanya terdiam dan beberapa menjauh, kamu malah menghampiri pengunjung itu dan membantunya merapikan buku. Aku terpana saat itu, tanpa kamu tau ketulusanmu telah mengingatkanku akan sosok yang aku rindukan, kekasihku. Aku mulai terkagum padamu, sejak itulah aku mulai membuka celah di hatiku untukmu, atau lebih tepatnya membuka ruang penyiksaan bagi hatimu di kemudian hari. Sayang, sadarilah! Banyak wanita lain di sekelilingmu yang menanti genggaman tanganmu. Kenapa harus kamu berikan tanganmu itu untuk merangkulku? Bodohnya lagi, aku menerimanya.
Aku tidak akan meninggalkannya. Aku masih dan akan selalu menunggu kepulangannya. Meski ia jauh dan kamu dekat, itu tidak akan bisa mempengaruhi komitmenku. Walau aku akui, aku sempat goyah karena pendirianmu yang sekeras batu karang dan ketulusanmu yang seputih merpati. Aku tidak tahan jika kamu terus menerus menungguku pulang, mengantarkanku ke toko buku, membantuku mengerjakan tugas kuliah, bahkan kamu menggendongku saat aku hampir jatuh pingsan. Aku tidak bisa terus menerus menyakitimu seperti ini. Tidakkah kamu pernah berkaca dan melihat sekelilingmu, sayang? Kamu tampan, ya itu pesona yang tidak dapat dipungkiri wanita manapun. Kamu sangat baik, bukan hanya kepadaku tapi juga terhadap orang yang tidak kamu kenal sekalipun. Masih ingatkah kamu ketika kita mampir ke toko buku memilihkan buku untuk kekasihku? Disana ada seorang pengunjung yang tidak sengaja menyenggol tumpukan buku-buku baru hingga buku itu berserakan di lantai. Disaat semua orang hanya terdiam dan beberapa menjauh, kamu malah menghampiri pengunjung itu dan membantunya merapikan buku. Aku terpana saat itu, tanpa kamu tau ketulusanmu telah mengingatkanku akan sosok yang aku rindukan, kekasihku. Aku mulai terkagum padamu, sejak itulah aku mulai membuka celah di hatiku untukmu, atau lebih tepatnya membuka ruang penyiksaan bagi hatimu di kemudian hari. Sayang, sadarilah! Banyak wanita lain di sekelilingmu yang menanti genggaman tanganmu. Kenapa harus kamu berikan tanganmu itu untuk merangkulku? Bodohnya lagi, aku menerimanya.
Sayang, ini sudah tidak wajar lagi. Aku tau kamu sakit, tidak usah melulu menipuku dengan candaanmu. Aku tau kamu terluka. Itu bisa kulihat saat kamu tersenyum lirih ketika aku terpaku pada ponselku, menunggu pesan singkat dari kekasihku. Tapi begitulah kamu, keras kepala. Kamu tau aku mencintainya, namun kamu tetap menyerahkan cintamu yang berharga itu untukku. Waktumu banyak untuk menyeleksi wanita yang terbaik, jangan kamu sia-siakan waktumu untuk menemaniku semalaman ketika aku harus berkutat dengan tugas menganalisis laporan keuangan yang memusingkanku. Aku tidak bisa membagi cintaku, sayang. Cara kita tidaklah lagi benar adanya. Kita sama-sama tau bahwa sulit untuk menempuh jalur perpisahan, tapi tidak ada cara lain untuk menuju kebahagiaan selain ini, sayang. Aku yakin, kamu akan menemukan wanita terbaik yang menjadikanmu satu-satunya pria yang dicintainya. Maafkan aku, sahabat yang kusayangi. Aku sudah membiarkanmu larut dalam dosa ini. Tapi Tuhan Yang Maha Baik itu telah memberi kita kesempatan, untuk bertobat. Ayo sayang larikan diri kita dari hubungan ini. Keputusanku sudah bulat : aku lebih memilih setia.
Lupakan aku, sayang, karena aku akan meninggalkanmu, demi dirinya.
Ada banyak cara Tuhan menghadirkan cinta
Mungkin engkau adalah salah satunya
Namun engkau datang di saat yang tidak tepat
Cintaku telah dimiliki
Mungkin engkau adalah salah satunya
Namun engkau datang di saat yang tidak tepat
Cintaku telah dimiliki
Inilah akhirnya harus ku akhiri
Sebelum cintamu semakin dalam
Maafkan diriku memilih setia
Walaupun kutahu cintamu lebih besar darinya
Sebelum cintamu semakin dalam
Maafkan diriku memilih setia
Walaupun kutahu cintamu lebih besar darinya
Maafkanlah diriku tak bisa bersamamu
Walau ku sadar tulusnya rasa cintamu
Takkan mungkin untuk membagi cinta tulusku
Dan aku memilih setia
Walau ku sadar tulusnya rasa cintamu
Takkan mungkin untuk membagi cinta tulusku
Dan aku memilih setia
Seribu kali logika untuk menolak
Tapi ku tak bisa bohongi hati kecilku
Bila saja diriku ini masih sendiri
Pasti ku kan memilih ... kan memilih kamu
Tapi ku tak bisa bohongi hati kecilku
Bila saja diriku ini masih sendiri
Pasti ku kan memilih ... kan memilih kamu
Aku memilih setia-Fatin Shidqia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar