Rabu, 18 Juli 2012

Rindu itu Pilu

Dulu, waktu aku lalui dengan begitu mudah. Begitu ringan sampai tak terasa sudah tiga kali bulan berganti tahun. Setiap  hari aku melihat warna yang berbeda, malam tidak lagi menjadi gelap saat ada kamu disini. Percakapan rutin yang kita lakukan bukanlah hal biasa bagiku, itu menjadi indah dan ajaib saat tertawa atau bahkan menangis bersamamu. Tak terhalangi oleh dinding, jarak, dan waktu. Bebas, tanpa dibatasi oleh apapun. Dan perasaan ini tumbuh begitu cepat tanpa disirami, begitu cepat hingga melebihi batas yang aku tau.

Aku menjadi takut kehilangan kamu. Ketakutan itu membuatku hampir gila. Siksaan datang bertubi-tubi ketika ragamu tak ada di sampingku. Kamu seperti mengendalikan hati dan otakku, aku membiarkan bayangmu menguasai diriku. Aku sulit jauh darimu. Apa yang kamu minta telah menjadi kenyataan, kamu telah menjadi udaraku. Aku ingat saat kamu memintaku untuk menjadi udaramu, seperti itulah sekarang dirimu bagiku. Aku membutuhkanmu seperti aku membutuhkan udara. Aku akan sulit bernapas jika kau jauh dariku. Sesak, tercekat oleh rindu. Salahkah jika kamu selalu kunomorsatukan?

Tapi, entah kenapa sikapmu tidak seperti sikapku. Perhatianmu tidak sedalam perhatianku. Pikiranmu tidak sejauh pikiranku. Adakah kesalahan diantara aku dan kamu? Apakah kamu bisa merasakan apa yang aku rasakan? Ataukah perbedaan itu ada untuk menyatukan kita?
Rumit. Terlampau sulit untuk dijawab.

Kamu mungkin belum bisa memahami perasaanku, karena mungkin kamu juga tidak pernah sibuk memikirkanku. Tapi aku percaya akan ada saat dimana kamu paham dan mengerti segala maksudku selama ini. Berdosakah aku jika tiap hari kujatuhkan air mata karena begitu merindukanmu? Aku selalu kehilanganmu, padahal kamu selalu ada untukku. 

Begitu banyak janjimu, sampai aku lupa menghitung mana saja yang belum kamu tepati. Aku tidak bisa mengutarakan kembali janjimu. Aku hanya bisa terdiam dan membisu melihat kesempurnaanmu yang semu. Kamu begitu pandai menyakitiku dalam kesempurnaanmu. Seringkali perkataan bahkan cita-citamu menghancurleburkan semua mimpi-mimpi yang selama ini kubangun, mimpi yang selama ini menjadi daya hidupku. 

Pandanglah cintaku, aku merindukanmu. Lebih dari yang pernah mereka katakan tentang rindu. Kamu begitu penting bagiku, bernilai dan sangat berarti. Kalau boleh ku tau, bagaimana denganmu? Dimanakah kau letakkan potongan hatiku yang kuserahkan padamu? Apakah aku berharga di matamu? Sudahkah aku memiliki peran dalam rencana masa depanmu? Seberapa pentingkah aku bagimu? Ah sudahlah. Terlalu banyak pertanyaan yang kulontarkan. Akupun jadi muak sendiri. Aku telah mencintaimu melebihi batas wajar.

Mungkin, semua memang salahku. Yang mengira semua bisa berubah sesuai keinginanku. Salahku, yang terlalu mencintaimu. Yang seenaknya bermimpi menjadikanmu hidupku yang baru. Salahku, yang membiarkan perasaanku tumbuh dengan begitu liar. Kini, semua jauh dari harapku. Aku yang salah, aku berharap terlalu banyak. Akulah yang tidak menyadari posisiku dan letakmu yang begitu jauh dari genggamanku. Jangan berprasangka buruk, aku tulus mengatakannya : aku yang salah.

Sudahlah, tidak perlu mengkhawatirkan aku lagi. Biarlah hanya pesan lamamu yang menjadi pengobat rinduku, akan selalu kusisipkan namamu di setiap percakapanku dengan Tuhan. Aku sudah terbiasa menangis sendiri sekarang. Bergumul dengan rindu yang tak seindah lirik lagu. Aku tak bisa bicara banyak, aku tak pandai mengutarakan apa yang terlanjur tumbuh di hatiku ini. Akupun tak berhak memilikimu seutuhnya. Aku tak mungkin lagi berkata rindu, jika jarak yang kau ciptakan semakin jauh.

Dariku yang selalu merindukanmu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar