Sabtu, 22 Februari 2014

Belajar dari Smurfette

Dear, my numero uno; Tuan Uno Telaumbanua...

Selamat pagi, sayang.
Saat aku mengetik surat ini untukmu, hujan deras sedang menyelimuti kota Depok sedari tadi. Bagaimana dengan keadaan cuaca di kotamu? Semoga tidak sesendu awan di kota Depok ya. Karena cuaca yang dingin ini mengakibatkan tumpukan rindu di hatiku semakin menggunung. Jangan tanya rinduku pada siapa. Sudah tentu muara rinduku ini tertuju ke kamu. 

Sayang, seperti yang pernah aku katakan dalam surat-surat sebelumnya bahwa banyak sekali perbedaan di antara kita yang membuat kita kesulitan dalam membangun komunikasi yang baik. Seperti kemarin misalnya, aku melakukan kesalahan yang fatal dalam memahami suratmu. Untuk itu aku mohon maaf ya, sayang.

Baiklah, jika kemarin kamu mengambil sebuah intisari dari kisah film Robocop. Kali ini aku akan membawamu jauh ke momen pertama kita saat menonton film. The Smurfs! Apalagi kalau bukan film itu yang sampai kini masih membekas jelas di ingatanku. Kamu tau sendirilah, selain karena aku menyukai film animasi, aku juga suka berimajinasi. Film the smurfs mampu membangkitkan daya imajinasiku dengan begitu hebat. Bahkan kalau boleh, aku ingin sekali berada di posisi Patrick yang bisa dengan begitu akrabnya berteman dengan para Smurfs. Atau, sesekali aku ingin mencoba untuk bisa masuk ke dunia Smurfs yang setiap harinya penuh dengan keriangan, sukacita dan persahabatan.

Oke, sepertinya aku mulai melantur.

Dalam surat ini aku bukan ingin membuat kamu bosan terlebih jengah dengan khayalanku yang terkadang tidak bisa kamu mengerti. Disini aku ingin mengajakmu; dan juga aku sendiri, belajar dari seorang Smurfette. Si gadis yang paling cantik di antara para makhluk biru lainnya ini memiliki sifat perasa yang hampir setingkat denganku. Masih ingatkah kamu, awal mula konflik di film The Smurfs ini dimulai dari Smurfette yang merasa bahwa teman-temannya telah melupakan hari ulang tahunnya. Padahal di balik sikap dingin teman-temannya itu mereka telah mempersiapkan sesuatu yang snagat istimewa untuk Smurfette. Dan hal itupun langsung dimanfaatkan oleh si penyihir jahat, Gargamel.

Ya, sepertinya aku tak perlu menjelaskan sinopsisnya seperti apa. Toh kita berdua sudah menonton habis film itu. Yang mau aku tekankan disini adalah bahwa melalui sifat Smurfette yang hampir sama denganku, aku belajar sesuatu. Aku belajar untuk tidak membiarkan perasaanku menjadi liar tak terkendali hanya karena sebuah pandangan yang terlihat dari satu sisi. Contoh nyatanya adalah aku yang sering merasa takut padamu kalau kamu sudah diam tanpa suara, aku merasa bersalah sendiri dan akhirnya aku meminta maaf tanpa sebab musabab yang jelas kepadamu. Padahal diamnya kamu itu belum tentu karena kesalahanku.

Nah, sayang. Aku memang belajar dari Smurfette. Tapi kamu taukan betapa sulitnya berproses untuk mempelajari sesuatu. Ya, meskipun aku sudah lama belajar untuk mengubah sifatku yang satu itu tapi tetap saja sampai sekarang sepertinya tidak ada perubahan sedikitpun. Aku harap kamu bisa memakluminya ya, Sayang!

Oia, dalam surat ini aku sekaligus ingin memperjelas bahwa aku yakin dengan sifat kita yang jauh berbeda ini, kita masih bisa bergandengan tangan melangkah bersama menuju masa depan yang indah. Lagipula, aku ingin lihat akan Tuhan buat seperti apa hubungan si nona perasa dan tuan yang cuek ini.

Baiklah sayangku, hujan semakin mendukung udara dingin untuk menusuk kulitku. Aku ingin segera berlindung di balik selimut. Selagi libur, aku ingin memanfaatkan hari ini untuk bersantai dan memanjakan diri. Semoga kamu juga bisa bersantai ya di hari ini. Aku menyayangimu!

With love,
your Nona.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar