Jumat, 14 Februari 2014

Kasih Sayang Untuk Empat Kota

Awan mendung sepanjang hari menemaniku saat mengetik surat ini.
Mungkin pertanda bahwa langit mengajakku untuk berempati terhadap kekabungan orang lain; terhadap sesama.
Banyak yang bersuka cita di tanggal 14 Februari ini. Tapi tak sedikit pula yang bersedih hati karena alasan yang berbeda-beda.
Sinabung, Manado, Jakarta, dan kini Kelud. Dengan penuh air mata, keempat daerah itu kini telah melengkapi hari yang diagungkan banyak orang sebagai hari kasih sayang. Mungkin masih ada daerah lain yang tak kusebutkan dan mungkin tak jauh berbeda keadaannya dengan mereka. Maklumilah, sebagai manusia yang tak sempurna, mataku masih tak cukup terbuka untuk memandang lebih luas lagi ke segala penjuru bumiku.
Hari ini, di hari kasih sayang ini, akan kukemas doa dalam wujud surat maya kepada keempat daerah yang menjadi sebab mengalirnya air mata sang Bumi Pertiwi.

Sinabung,
Gunung yang berdiri kokoh di tanah Karo ini memiliki sejuta pesona yang memukau mata. Tak usah merendah, Sinabung. Dengan mata kepalaku sendiri aku pernah melihatmu dari Brastagi. Tak bisa kupungkiri, kau memiliki lembah yang terukir indah dari satu punggungan ke punggungan lainnya. Mataku sungguh jatuh cinta padamu. Terlebih saat kulihat pesona kawahmu yang setia memuntahkan uap panas. Sungguh indah, apalagi jika dilihat pada malam hari.
Tapi kini isi perutmu mulai menggelora hampir tanpa kendali. Erupsimu telah menyebabkan beberapa manusia penghunimu berpulang ke asalnya; dari debu kembali menjadi debu. Awan panasmu menjadi ketakutan bagi mereka yang biasa merengkuh erat dirimu, kini mereka mengungsi untuk menyelamatkan diri. Tapi percayalah, kelak jika dirimu sudah lebih tenang, mereka akan kembali padamu; pada keindahan dan kekayaanmu. Jangan takut kehilangan para pendayung yang tiap hari bersama perahu mereka menyusuri kakimu yang berupa danau. Mereka pasti akan kembali lagi menikmati hawa sejuk di danaumu itu.
Dan untuk kalian yang saat ini sedang bersusah hati karena Sinabung, kuatlah!
Percayalah bahwa Tuhan tidak sedang bermain-main dengan Sinabung. Awan panas yang disemburkan Sinabung bukanlah ancaman dari Tuhan untuk kalian. Ketahuilah, ini proses alami yang memang harus terjadi. Kuatlah kalian dalam menjalaninya. Doa dari banyak orang terhampar luas di sisi kalian.

Manado,
Kamu yang menjadi ibu dari provinsi Sulawesi Utara ini sangat kental dengan budaya dan keindahan pantainya. Siapa sangka, kamu yang sangat mempesona dengan panorama airmu justru juga diluluhlantahkan oleh bencana air. Banjir bandang yang melandamu tentu sangat memberi kejutan pahit. Kekhasan alammu yang menawan beberapa terhempas lenyap oleh kekejian longsor serta banjir bandang. Harta rakyatmu ikut terhanyut terbawa aliran air yang tak tahu diri itu.
Ah, habis kataku melihat kemalangan kalian.
Doaku untuk kalian korban bencana Manado, semoga kalian cepat pulih dari keterkejutan ini. Banjir boleh menghanyutkan harta kalian, tapi jangan sampai hal itu juga menghanyutkan cita-cita mereka yang masih muda; tunas-tunas yang nantinya akan mengangkat kembali Manado dari keterpurukan sementara ini.
Pulihlah, Manado!

Jakarta,
Siapa yang tak kenal dirimu? Kota yang dengan bangga menyandang predikat ibu kota Negara. Tempat berkumpulnya para petinggi yang mengurus kepentingan rakyat. Kota metropolitan yang kental dengan gemerlap dunia malam. Terus terang, ini bukan kali pertama aku mendengar dirimu kebanjiran disana-sini. Bahkan sejak aku kecil aku sudah sering melihatmu tergenang air keruh dan bertumpuk sampah dimana-mana. Meski begitu, tetap saja aku bergetar setiap berita tentang banjirmu melalang buana di layar televisiku. Aku tak bisa membayangkan bagaimana jika aku yang berada di posisi para korban banjir yang tersorot dalam kamera stasiun televisi itu. Para korban banjir Jakarta, aku tau kalian kedinginan, kalian kelaparan, dan kalian merindukan kehangatan. Memang, aku tak bisa mengerti sampai kedalaman hati kalian. Tapi melalui berita di televisi dapat kulihat jelas penderitaan kalian. Bertahun-tahun problema banjir ini tak pernah menemukan titik temu solusinya. Jakarta, bertekunlah dalam kesabaran. Taruh pengharapan kalian di dalam Tuhan yang punya segala cara untuk memungkinkan apa yang mustahil.
Aku percaya, kelak Jakarta akan bebas dari banjir yang sudah menjadi langganan. Iya, aku percaya.
Kamu juga percaya itu kan, Jakarta?

Kelud,
Jujur, sebelum hari ini aku tidak pernah mendengar namamu, Kelud. Namamu baru saja kulihat tadi subuh ketika di timeline twitterku berkeliaran namamu. Terucap ribuan doa untukmu bahkan dari kenalanku di luar negeri. Aku jadi terheran-heran dan penasaran dengan dirimu. Dengan sengaja kuluangkan waktu untuk berselancar di dunia maya demi mencari tau siapa dirimu sebenarnya. Aha! Aku tau. Ternyata dirimu adalah sebuah gunung yang tengah berproses secara alami. Kamu mengeluarkan erupsi sebagaimana semestinya kamu menjalankan tugasmu. Baiklah, mungkin untuk kali ini erupsimu terlalu berlebihan hingga menyebabkan letusan hujan abu sampai ke kota tetanggamu. Anehnya, proses alamimu yang berlebihan ini juga memancing orang-orang untuk membicarakanmu secara berlebihan. Ya, itu menurut pandanganku. Entah yang lain.
Segelintir orang mengaitkanmu dengan ramalan, mereka bilang ini pertanda bahwa dunia sudah lelah berputar lagi; tanda kiamat. Sebagian membuat lelucon tak lucu dengan berkata bahwa ini adalah ancaman alam yang menolak kepemimpinan presiden SBY. Sisanya mengambil sisi positif dengan beranggapan bahwa ini teguran untuk lebih dekat dengan Tuhan.
Apapun itu, aku yakin ini adalah proses alami yang memang harus terjadi padamu. Hanya saja, tolonglah jangan terlalu lama bererupsi. Kasihan mereka yang menjadi korban abu panasmu.
Dimanapun kalian korban meletusnya Gunung Kelud, semoga Tuhan terus melindungi kalian. Berserahlah padaNya, karena Dialah sumber segala kehidupan kita.

Surat ini akan kuselesaikan. Tapi doa dari seluruh umat akan terus mengalir deras kepada kalian, korban bencana Sinabung, Manado, Jakarta dan Kelud.
Jujur, surat ini sempat terhenti karena gangguan sinyal internet. Tapi percayalah, tangan Tuhan tak akan pernah berhenti bergerak untuk menolong kalian. Tuhan tidak tinggal diam.

Sekian dariku,
salah satu pendoa kalian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar