Kamis, 06 Februari 2014

Bukankah Kita Memang Begitu?

Aku sebisa mungkin berusaha mengatur kata-kataku dalam surat-menyurat ini untuk memancing kepiawaianmu dalam meracik kata-kata puitis. Tapi tetap saja suratku kau tanggapi dengan candaan. Bukannya kaku, aku hanya mencoba membuat seapik mungkin setiap rentetan kalimat dalam surat ini. Tapi sekali lagi, kau hanya menanggapinya dengan bercanda. Sudah jelas terlalu banyak perbedaan di antara kita. Aku yang serius dan kamu yang suka bercanda. Aku yang perencana handal dan kamu si bodo amat yang tidak menentu. Aku yang sering sekali ragu dan kamu yang selalu santai mengahadapi takut. Masih banyak lagi. Padahal kalau kuingat, kita dipertemukan oleh sebuah persamaan, bukan perbedaan. Hanya saja, seiring berjalannya waktu kita semakin banyak menemui segala macam perbedaan. Entah sifat, sikap ,maupun pandangan. Alami memang. Bahkan dalam surat menyurat inipun, muncul lagi perbedaan-perbedaan yang semakin konkret terlihat. Herannya, semua perbedaan itu makin menguatkan kita bukan? Dan kalau kupikir kembali, bukankah kita memang begitu?

Untuk Tuan yang tujuh bulan lalu kuterima cintanya.

Selamat siang, Tuan. Selamat tanggal enam untuk ketujuh kalinya.
Sekali lagi, aku mohon maaf. Lagi-lagi aku tidak bisa menetapkan panggilan untukmu dalam surat menyurat ini. Biarlah apa yang menjadi panggilanmu itu mengalir sesuka hatiku yang sering tidak menentu. Aku harap kamu mengerti. Kalaupun hal itu sulit dilakukan, tolong terimalah. Karena menurutku cinta bukan bicara soal saling mengerti, tapi menerima setiap hal yang tidak bisa dimengerti. Dan lagi, bukannya hatiku tidak berbisik. Untuk hari ini saja, hatiku sudah berisik sekali ingin memanggilmu Tuan WaPres. Sekedar nostalgia saja kalau tepat tujuh bulan yang lalu kamu dinobatkan sebagai Wakil Presiden BEM FE yang akhirnya membawamu pada hubungan kita ini.
Hari inipun kamu juga akan menjalankan beberapa tugasmu sebagai WaPres kan, sayang? Selamat bertugas ya, Tuan WaPres kesayanganku. Pesanku, jangan lupa makan dan teruslah minta hikmat dari Pencipta kita yang Sumber Kasih itu untuk terus selalu menyertai langkahmu.
Oia, dalam surat kemarin kamu bicara soal mimpi ya? Kalau dilihat secara tersirat semua hal itu menguntungkan kamu dong, sayang? Kamu yang bermimpi dan aku yang meraihnya? Apa aku salah menangkap maksudmu? Jika salah, tolong jelaskan lagi hal itu secara lebih detail. Kamu tau aku kan? Aku sering sekali bertanya mengenai apapun yang kamu ungkapkan secara tersirat dan seringkali pula aku salah paham dengan maksudmu. Tapi untunglah hal itu tidak semakin menjauhkan kita ya, sayang. Karena sekali lagi, bukankah kita memang begitu?
Baiklah, sepertinya aku harus segera bersiap untuk UAS hari ini. Kamu juga siap-siap ya, sayang.
Semoga ujianmu sukses dan mendapat hasil yang terbaik.

Surat ini sebisa mungkin kutulis dengan santai yang menjurus candaan. Namun tetap saja terlihat terlalu kaku dan serius. Menyesuaikan diri dengan pasangan memang sangat sulit ya, sayang. Tapi sekali lagi kukatakan, bukankah kita memang begitu?

Dari Nona yang tujuh bulan lalu menerima cintamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar