Untukmu pagi...
Selamat siang, pagi.
Apa kabarmu beberapa minggu terakhir ini?
Sudah lama kita tidak berjumpa atau sekedar menyapa lewat doa.
Belakangan ini tubuhku terlalu lemah melawan godaan hangat selimut.
Sehingga untuk melepasmu pergipun aku tak sempat.
Pagi, betapa aku sungguh merindukanmu.
Kamu yang selalu menyiratkan pesan Tuhan yang tersurat melalui dirimu.
Pesan bahwa aku masih bisa menjalani hari dengan hadirmu.
Rinduku menumpuk pada langitmu yang biru.
Entah kapan pasti rindu ini akan terolah beku tanpa sebuah temu.
Pagi, ada yang hilang ketika aku tak lagi menjadi penikmatmu.
Aku kehilangan gairah untuk menyiarkan semangat pada dunia tanpa embunmu.
Tak terhitung detikku terbuang sia-sia tanpamu.
Geloraku untuk bercumbu dengan sinarmu telah lenyap ditelan kantuk.
Dengan lancang panas matahari siang merenggut tugasmu untuk membangunkanku dari mimpi.
Pagi, terlalu aku merindu pada sunyimu.
Sunyimu yang mampu mengiris benci yang sehari semalam telah menggerogoti hati.
Sunyi yang tak melulu menjadi pertanda bagi sepi.
Sunyimu yang menjadi prolog bagi pejuang yang bersaing dalam cinta.
Ataupun epilog untuk mereka yang terlelap dalam hempasan luka patah hati.
Pagi, masihkah pesonamu indah untuk menjadi pembuka hari?
Sesal hatiku melewatkan alunan harva malaikatmu yang dulu tak jarang menyapaku.
Meski enggan kini terbiasalah aku disambut oleh terik sang raja siang.
Namun tetap saja tak timbul cinta dari pola yang biasa itu.
Matahari yang tersipu malu tetap menjadi indah yang pertama.
Ah, salahku memang karena tak luangkan waktu untuk menemuimu seperti dulu.
Pagi, dekaplah erat tubuhku ketika kita bertemu nanti.
Mungkin esok atau lusa aku akan menemuimu meski tanpa janji.
Gerimis hujan, hangat mentari atau siapapun yang menjadi pengiringmu, aku tak peduli.
Yang terpenting hadirlah kamu dan kita saling menemui.
Aku merindukanmu, maafkan aku yang mulai sering mengabaikanmu.
Dariku,
yang sedang merindu...
-Ditulis ketika bangun siang sudah menjadi kebiasaan-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar