Minggu, 23 Februari 2014

Surat yang Tak Perlu Dibalas

Untukmu yang sedang menimba ilmu di Negeri Kangguru.

Halo, apa kabar kamu?
Sepertinya aku tak perlu menyebutkan siapa kamu. Orang yang mengenal baik diriku pasti tau kepada siapa surat ini kutujukan. Hari ini tanggal 23, tanggal yang pernah begitu berarti dalam 50 bulan kebersamaan kita, dulu. Kalau kamu ingatpun, surat terakhir yang kutujukan padamu itu juga tertulis di tanggal 23. Dan kalau ditelusuri lagipun kisah kita juga berakhir di tanggal yang sama.
Tapi... Hei! Siapakah aku ini yang dengan beraninya lancang berkata tamat pada suatu kisah yang diguratkan oleh sang Pencipta. Kita sama-sama tidak akan tau apa yang menjadi akhir dari kisah yang terdapat aku dan kamu di dalamnya. Biarlah Tuhan yang Esa itu yang akan menentukan akhir dari cerita kita, masing-masing.

Kudengar, kamu sudah selesai menempuh program Diplomamu ya? Dengan penuh ketulusan aku ucapkan selamat untukmu. Sungguh, aku turut senang dengan kelulusanmu. Tentunya aku juga ikut bangga dengan nilaimu yang terbilang sempurna itu. Pertahankanlah itu sampai ke jenjang strata satumu. Aku yakin tanpa perlu kuingatkan lagi kamu pasti akan menjalani studymu sebaik mungkin. Kau tau, tanpa perlu berucap pun kamu sudah menularkan semangat belajarmu padaku. Ya, kamu memang seseorang yang bisa kujadikan teladan yang baik. Perjuanganmu hidup sendiri di negeri orang tak bisa dipungkiri membuatmu semakin dewasa dan mandiri dalam segala hal.

Kalau aku boleh tau, apa kegiatanmu sekarang ini? Kuharap, di tengah kesibukanmu kamu masih tetap setia dengan pelayanan yang telah Tuhan percayakan padamu ya. Jujur, sesekali aku merindukanmu disini. Sebagai apapun aku, aku masih merindukanmu. Walaupun bisa dibilang rinduku ini bukan hanya untukmu. Rinduku ini juga terbagi kepada keluargamu, terlebih kepada kedua kakak perempuan dan ibumu. Aku sering mengharu bila mengingat kebaikan mereka semua padaku. Betapa mereka tulus menyayangiku seperti adik dan anak mereka sendiri. Ketahuilah, kalian semua -tak terkecuali papa dan abangmu- masih sering aku sebut dalam setiap rapal doaku.

Meski begitu, terkadang aku suka bertanya di dalam hati. Mungkinkah dalam jarak yang sejauh ini kita masih saling mendoakan seerat dulu? Terlebih ikatan yang ada sudah tak lagi mengharuskan kita untuk saling membangun di dalam doa. Bukan, pertanyaanku itu bukan berarti aku pamrih dalam hal mendoakanmu. Hanya saja, seringkali aku merasa mujur jika didoakan olehmu. Sebagai teman, bolehkah aku meminta diri untuk terdaftar dalam doamu? Sederhana saja, aku hanya ingin didoakan agar aku bisa lebih dewasa lagi dalam menjalani hidup. Karena seperti yang kamu tau sejak dulu, hidup yang kujalani terkadang terlalu berat untuk dilampaui. 

Ah, terkadang aku ingin sekali berbagi cerita denganmu. Ya, sebagai apapun asalkan tidak ada yang merasa tersakiti. Dengan tiadanya kamu aku suka linglung harus bercerita kepada siapa. Sulit menemukan seseorang yang bisa membuat hati ini membebaskan perasaannya untuk bercerita. Akhir-akhir inipun ingatanku terdampar ke kamu karena beban yang menumpuk di pikiranku sudah mengendap terlalu lama. Aku butuh sedikit pencerahan agar bebanku bisa sedikit berkurang, dan aku tau pencerahan itu bisa kudapat dari nasehatmu. Tapi tenang saja, aku tau diri sekali. Tak mungkin aku meminta kamu menyediakan waktu hanya untuk mendengar keluh kesahku.

Oia, apa kamu mau tau satu hal tentangku? Sekarang aku semakin senang menulis. Terpujilah Tuhan karena Ia mempertemukanku dengan seseorang yang bisa membimbingku untuk tekun menulis. Dan jangan khawatir, meski tadi aku sempat mengeluh tentang beban hidupku, aku tetap baik-baik saja. Seperti janjiku dulu saat berucap pisah denganmu. Apapun yang terjadi, aku akan tetap baik-baik saja. Sebelum kuakhiri surat ini, ada satu hal lagi yang ingin kusampaikan. Banyak salam yang dititip padaku untukmu. Aku hampir lupa dari siapa saja itu. Yang pasti mereka semua merindukanmu.

Baiklah. Mungkin sebaiknya kuakhiri suratku ini sampai di sini. Aku harap kamu baik-baik saja disana. Jagalah kesehatanmu dan cepatlah kembali. Banyak orang yang menantikan kepulanganmu, termasuk aku. Dan kamu tak perlu membalas suratku ini. Cukup kamu pulang dengan kesuksesan, itu sudah lebih dari cukup untuk membalas suratku. Sukseslah kamu dengan segala usahamu. Doakan aku agar juga memiliki kesuksesan yang sama bahkan lebih darimu. Akhir kata, sampai berjumpa lagi di bulan Desember!

Dengan penuh kasih,
Vierena.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar