Jumat, 07 Februari 2014

Untuk Pemain Basket Bernomor Punggung 7

Surat ini kutulis ketika aku baru saja menghabiskan sekantong Sponge Crunch rasa coklat.
Tepat ketika aku merasa harus segera menuju peraduanku di balik selimut.
Tapi mataku masih terlalu segar untuk dibawa tidur.
Padahal ini malam Jumat, malam dimana orang banyak berkata malamnya para setan berpesta.
Ah, tapi aku tidak peduli. Toh hari sekarang sudah berganti nama, berarti ini sudah pagi.
Karena itu kuputuskan saja menulis surat ini di sela kejenuhanku dalam menunggu rasa ngantuk.
Udara yang dingin dan segelas kopi susupun menemaniku saat aku menulis surat ini.
Saat pikiranku melayang-layang mencari sosok yang akan menjadi tujuanku dalam mengirim surat ini, mataku terpaku pada tanggal di kalender; angka 7.
Mengingatkanku pada nomor punggung kostum basketmu.

Surat hari ini kutujukan untukmu, pemain basket bernomor punggung tujuh: @daraprayoga_

Halo pemain basket bernomor punggung tujuh!
Hari ini tak ada tema khusus dalam proyek #30HariMenulisSuratCinta, tapi entahlah ada angin apa aku menjadikanmu sebagai tujuan dalam menulis surat ini.
Dalam kesempatan kali ini aku ingin memberitahu, bahwa aku adalah salah satu penggemarmu. Ya, meskipun kamu tidak digandrungi sebagai pemain basket tapi tak bisa dipungkiri kalau kamu punya cukup banyak penggemar. Aku, salah satunya.
Kita memang belum pernah berkenalan apalagi bertemu. Terlebih setelah menonaktifkan akun twitterku yang sebelumnya, aku tidak tau kalau akun landak gaulmu sudah non aktif. Ah, aku memang penggemar yang payah. Tapi setidaknya melalui surat ini aku bisa memperkenalkan diriku padamu, semoga kamu berkenan berkenalan denganku.
Oh iya, aku lupa kapan tepatnya aku menjadi penggemarmu. Yang aku ingat, aku selalu menyukai karyamu. Entah itu kicauanmu di ranah twitter, cerita-cerita di racikan katamu ataupun segala tulisan yang tertuang dalam rumahmu di dunia maya. Seringkali saat sendiri, aku menyempatkan diri mendengarkan suaramu di soundcloud. Mendengar rekaman suaramu membuat aku makin kagum padamu, membuatku merasa tidak sendiri lagi. Sepertinya terlihat berlebihan, tapi memang itulah yang kurasakan. Bukankah jujur jauh lebih mulia daripada harus berbohong? Aku juga sudah membeli bukumu, sayangnya sebelum sempat kubaca buku itu dipinjam oleh saudaraku yang kini hijrah ke Negeri Tirai Bambu. Iya betul, mau tidak mau aku harus merelakan Buku Analogi Cinta Sendirimu itu ikut terbang ke Negri Cina. Tapi tenang saja rencananya hari ini aku akan ke toko buku, kalau disana kulihat ada bukumu, aku pasti akan membelinya (lagi).
Hmm, kalau boleh tau. Apa sekarang kamu masih sendiri? Atau masih suka terjebak dalam kisah-kisah friendzone-mu itu? Semoga tidak ya. Kalaupun iya, kesendirianmu itu telah meramaikan hidup banyak orang di sekelilingmu kok. Jadi, bersyukurlah atas dirimu.
Baiklah, Oka. Waktu sudah semakin bergulir, tak terasa mataku hampir terlelap ketika akan mengakhiri surat ini. Semoga ada sukacita di hatimu ketika kamu membaca surat dariku. Dan terima kasih jika kamu telah meluangkan waktu untuk membaca surat tanpa perihal ini.
Setidaknya ada satu peristiwa yang dapat menjadi rema di antara kita berdua ketika surat ini terkirim kepadamu; perkenalan tanpa temu.
Sekian dariku, mohon maaf jika ada kesalahanku dalam meracik kata pada surat ini.

Salam dariku,
seseorang yang memiliki rasa kepadamu,
walau hanya sebatas kagum.

3 komentar: