Senin, 03 Februari 2014

Senyum Kelabu

Untukmu, pria yang senyumnya terlihat kelabu di mataku...

Halo kamu, apa kabar?
Aku rasa tak perlu aku menyebutkan siapa dirimu.
Cukup kamu jawab pertanyaanku itu jika kamu merasa surat ini kutujukan untukmu.

Baru beberapa jam yang lalu kamu menanyakan secara langsung bagaimana kabarku. 
Berbasa-basikah kamu?
Bukankah kamu tau kabarku saat ini? Aku baik-baik saja, aku bahagia.
Justru aku yang seharusnya menanyakan bagaimana kabarmu. Tapi maaf, aku hanya berani bertanya melalui belantara kata dalam surat ini. Bukan, bukan karena aku takut mendua hati. Hanya saja aku takut menyakitimu (lagi) melalui sedikit perhatianku yang sebetulnya bisa didapatkan oleh siapapun yang menjadi temanku.

Ingatkah kamu, sembilan bulan yang lalu tepat di tanggal ini, kamu menyatakan perasaanmu padaku.
Kala itu pernyataan sekaligus pertanyaanmu dihadiahi sambutan tepuk tangan meriah dari teman-temanmu. Tapi sadarkah kamu? Terkadang hujan tepuk tangan tak selalu menandakan sebuah akhir cerita yang bahagia. Sebut saja kita. Dulu aku pernah berangan untuk dapat mencintaimu. Tapi ternyata fakta telah memutus segala asaku, asamu juga. Kita telah melihat bersama dengan hati bahwa cinta adalah anugerah, bukan paksaan.

Kulihat tadi, senyummu masih berwarna kelabu.
Sama kelabunya seperti sembilan bulan yang lalu, tepat ketika aku menjawab pertanyaanmu. Tak adakah selama ini usahamu berhasil untuk mengubah warna senyummu itu?
Hei! Ingatlah, ini bulan yang dimiliki oleh warna merah muda! Hiasilah hatimu dengan warna cantik itu! Jangan lagi kelabu hinggapi senyummu yang didambakan gadis-gadis penggemarmu.
Tidakkah kamu mengerti? Surat hidup berperihal cinta bukan cuma melampirkan satu, tapi dua hati! Himbauanku sederhana, jangan berharap padaku lagi. Tengoklah kekasihmu, ia mencintaimu dengan penuh ketulusan hati. Cobalah balas cintanya seperti demikian. Cintailah kekasihmu, dia berhak mendapatkan itu. Jika kamu tidak bisa melakukannya, lepaskanlah dia. Bereskan dulu hatimu, baru mulai lagi kisah yang baru. Relakanlah aku, karena sesungguhnya kamu memang tak pernah memilikiku.

Akhir kata, kubingkiskan sekantong doa untuk kebahagiaanmu.
Berbahagialah!

Salam dariku,
yang tanpa sengaja mencuri perhatianmu.
Seseorang yang mungkin menjadi penyebab kelabu pada senyummu,
gadis yang pernah menolak cintamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar