Jumat, 14 Februari 2014

Cokelat

Surat ini kutulis ketika berita tentang bencana Gunung Kelud beredar dimana-mana.
Di saat kebanyakan orang-orang di dunia bersuka merayakan hari Valentine dan bumi pertiwi kita tengah berduka.
Ketika kita baru saja beristirahat sejenak dari perjalanan melelahkan tanpa hasil, Depok-Bogor-Depok.
Kamu berada tepat di hadapanku ketika huruf demi huruf dalam surat ini mulai lahir dan siap bertautan dengan huruf lainnya sehingga membentuk kata lanjut rangkaian kalimat yang semoga indah untuk dibaca.
Lucu memang, menuliskan sebuah surat untuk seseorang yang bahkan bisa kugapai dengan jangkauan tanganku. Tapi tak apalah, anggap saja ini salah satu cara unik yang kumiliki untuk membalas pemberian cokelatmu yang masih tersimpan manis di dalam tasku.

Untukmu, Tuan kesayanganku yang senyumnya mahal.

Halo Tuan, pertama-tama kuucapkan terima kasih untuk cokelat yang kamu berikan sekitar satu jam yang lalu. Maaf jika responku tidak sesuai dengan ekspetasi yang kau kemas rapi menyertai cokelat itu. Aku hanya terlalu terkejut dengan hal manis yang kau bungkus dengan sederhana itu. Karena jujur, mungkin ini bukan pertama kalinya aku mendapatkan cokelat dari seorang laki-laki di hari Valentine. Tapi ini adalah kali pertama dimana pria yang menjadi kekasihku dengan sangat manis memberikan sebuah cokelat di hari yang diagungkan orang banyak sebagai hari kasih sayang.

Kuberitahu sedikit. Saat kecil dulu aku selalu bertanya-tanya mengapa makanan yang dipilih untuk menjadi simbol hari kasih sayang ini adalah cokelat. Kini dengan pemikiranku sendiri aku mengambil kesimpulan. Kenapa hari Valentine itu diidentikan dengan cokelat karena rasa coklat yang pahit namun manis dan seringkali membuat ketagihan. Selain karena cokelat dapat mengembalikan emosi seseorang yang kesal dapat membaik secara perlahan, hal yang pertama itulah yang mungkin menjadi alasan yang masuk akal (bagiku). 

Ya, sama halnya dengan cokelat, begitu jugalah cinta yang sedang kita bangun bersama. Meski kita tau ada hal pahit yang akan kita rasakan bila kita berani untuk jatuh cinta pada seseorang, namun ada hal manis yang menggelitik rasa penasaran kita untuk mencicipi cinta itu. Kita tau, apapun bentuknya cinta pasti akan berujung pada hal pahit yang sulit untuk kita terima; perpisahan. Bagaimanapun caranya suatu saat nanti kita akan berpisah dengan orang yang kita cintai. Entah itu melalui orang ketiga, ketidakcocokan, pertengkaran, ataupun maut. Tapi indahnya, meskipun kita tau resiko yang kita terima saat mencintai seseorang itu pahit rasanya. Namun kita tak pernah kapok untuk kembali  lagi mencintai orang lain, kembali lagi berteman dengan cinta. Kenapa? Karena sama seperti cokelat, rasa manis yang ada akan mampu menutupi dan mendominasi rasa pahit pada cokelat; pada cinta.

Ah, sepertinya aku mulai terlalu banyak berteori sendiri. Kamu yang sekarang berada di depanku sudah jelas terlihat sangat bosan menungguku selesai berurusan dengan laptopku ini. 
Baiklah, kuselesaikan dulu suratku untuk hari ini. Sepertinya akan jauh lebih baik kalau aku berbicara langsung denganmu.

Aku menyayangimu Suno Christiawan.
Jika diberi hak untuk menamai hari, setiap hari akan kunamakan hari kasih sayang.
Namun terlalu egois, karena hal itu hanya beralaskan kamu tanpa memikirkan orang-orang lainnya.
Apapun nama hari ini, aku bersyukur masih bisa menyayangimu, begitu juga sebaliknya.
Semoga di surat berikutnya ada hal yang lebih menyenangkan yang dapat kita bahas.
Kuakhiri surat ini dengan penuh ucapan syukur kepada Tuhan yang telah mempertemukan kita.

Dariku, Nona yang sedang menanti senyummu hari ini.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar